Wednesday, June 3, 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA
BAYI BARU LAHIR


I.PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan bayi normal adalah bayi yang dilahirkan dengan usia gestasi 37 sampai 40 minggu kehamilan dengan criteria :
1.Kehamilan dan persalinan normal
2.Bayi lahir aterm/cukup bulan
3.Apgar score > 7 (tidak memerlukan resusitasi pada saat bayi baru lahir)
4.Berat badan lahir antara 2500-4000 gram
5.Tidak ada kelainan congenital
6.Minum baik
7.Tidak ada masalah sejak kelahiran.

Bayi yang normal mempunyai resiko yang rendah untuk timbulnya masalah-masalah pada masa neonates. Oleh sebab itu, hanya memerlukan perawatan primer saja, 80% dari seluruh bayi mempunyai criteria seperti dia atas.


I.FISIOLOGIS
Setiap bayi yang dilahirkan harus beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin. Adanya gangguan pada masa transisi tersebut diatas akan mempengaruhi kesehatan bayi. Beberapa factor fisiologis yang dapat mempengaruhi masa trasisi adalah dimulainya fungsi kardiopulmoner ekstra uterin, termoregulasi, pertahanan terhadap infeksi, perubahan neurologic, kurang cairan dan nutrisi, kelainan congenital serta gangguan pada kulit. Empat minggu pertama merupakan kehidupan yang sangat beresiko pada bayi. Insiden kematian sangat tinggi pada hari pertama dan 2 sampai 3 dari semua kematian selama kehidupan 1 tahun pertama terjadi pada bulan pertama.

II.PERAWATAN RUTIN YANG HARUS DILAKUKAN PERAWAT PADA BAYI BARU LAHIR.
1.Hangatkan dan keringkan bayi.
2.Periksa nilai APGAR SCORE
3.Lakukan pemeriksaan fisik secara cepat untuk melihat adanya kelainan congenital, pemeriksaan ini dilakukan bersama-sama dengan penilaian APGAR
4.Segera setelah lahir tali pusat dipotong ± 3-4 cm dari pangkalnya dan dilakukan pengikatan.
5.Berikan bayi pada ibu untuk diperhatikan.
6.Bila mungkin bayi ditempelkan ke payudara ibu segera setelah lahir.
7.Identifikasi bayi setelah orang tua melihat bayi.
8.Berikan vitamin K1
9.Berikan tetes mata
10.Lakukan pengukuran BB, PB, LK, LD, LL.

III.HAL-HAL YANG HARUS DICATAT DALAM PERAWATAN BAYI BARU LAHIR
a)1. Apgar score
2. Resusitas yang diperlukan
3. perkiraan masa gestasi
4. bayi terlihat sehat atau sakit
5. adakah kelainan
6. identifikasi bayi
7. beri vitamin K1, tetes mata

b)





A.PENGKAJIAN
1.Identitas klien
Nama bayi : By. Ny R (221013)
No. Reg RS : 400651
Umur : Baru lahir
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal lahir : 15 April 2009
Tempat : OK RSAI
Waktu : Pukul 14.33 WIB
Tanggal pengkajian : 15 April 2009
Ruang : Perinatologi


2.Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. Ajat sudrajat
Umur : 40 thn
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Hub dengan klien : Ayah kandung
Alamat : Jl. Pagaden Rt/Rw. 01/01 suka mulya. Rancaekek.



3.Riwayat kehamialn ini
Ibu klien teratur melakukan prenatal care di dr. Sunardi.
HT : 18-07-08
HP : 25-04-09

4.Riwayat kelahiran sekarang
Jenis persalian : SC (buatan)
Warna air ketuban : Jernih
Lama persalian : < 6 jam
Letak anak : Bokong
Jumlah vena : 1
Jumlah arteri : 2
Tempat lahir : OK RSAI Bandung
Tanggal : 15 April 2009
Waktu : 14.33 WIB
BB : 3100 gram
PB : 50 cm
LK : 33 cm
Grav : 42 minggu

APGAR SCORE

1 menit
5 menit
Warna
1
2
Denyut jantung
2
2
Refleks
1
2
Tonus otot
2
2
pernapasan
1
1
jumlah
7
9

5.Riwayat kelahiran dahulu
Kelahiran 1 : Aterm SC dr. Ali
Kelahiran ini : SC atas indikasi letak sungsang

6.Pemeriksaan fisik.
Keadaan umum
Tingkat kesadaran : Aktif
Penampilan : Bersih
Tanda Vital
Nadi : 126 x/menit
RR : 62 x /menit
Suhu : 36,9o C

1.Penampilan umum
Portur : fleksi kepala sampai ekstremitas
2.Kulit
Saat lahir berwarna merah cerah dan lembut, edema sekitar mata, wajah, kaki, tangan, skortum, milia (+), mongolion sport (+).
3.Kepala
Fontanel anterior : diamond shape ukuran 2,5-4 cm(menutup maksimal usia 18 bulan)
Fontanel posterior : triangular shaped, ukuran 0.5-1 cm(menutup 2-3 blm)tertutup.
4.Mata
Kelopak mata edema, kelopak mata tertutup, air mata tidak ada, reflex kornea (-), reflex pupil (+), reflex doll Eyes (-).
5.Telinga
Simetris dengan conus mata , pina pleksible, kartilago utuh, reflex startel (-).
6.Hidung
Mucus putih kering dan bersih, passage udara (+), reflek glabellar (+)
7.Mulut dan kerongkongan
Bentuk intact, salvias minimal, tidak ada luka, uvula di midline, menangis keras, reflex sucking (+), rooting (-), extrusion (+)
8.Leher
Pendek dipenuhi skinfold, kelenjar tiroid tidak teraba, reflekds tonic nek (-), neck righting (+)
9.Dada
Ratio AP:lateral 1:1, sedikit retraksi sterna terlihat jelas, pricessus xypoideus jelas, pembesaran susu(-), geneka mastia(-), areola tebal(+)
10.Paru-paru
Respirasi abdominal dominan, reflex batuk(-), bunyi nafas vesikuler, bilateralrate dan dept irregular.
11.Jantung
Apezx intercosta 4-5 perbatasan sterna kiri dengan lateral, S2 lebih tajam disbanding S1
12.Abdomen
Bentuk silindris, hepar teraba 2-3 cm dibawah margin costa kanan, limpa :pada daerah ujung dapat teraba pada akhir minggu pertama, ginjal teraba 1-2 cm diatas umbilicus, reflex crawing (-)
13.Genetalia
Meatus uretra diujung penis, testis teraba 1 buah dalam skortum, skortum besar, smegma (+)miksi (-).
14.Punggung dan rectum
Spina intact, anus terbuka, pengeluaran meconium (+)reflex anal (+), perez (+).
15.Ekstremitas
Atas : jumlah jari 10, kuku merah muda, Rom (+)tonus otot kuat, simetris seluruh ektremitas, trepasang hencup di tangan kiri pada hari pertama.
Bawah : jumlah jari 10, kuku merah muda, Rom (+)tonus otot kuat, simetris seluruh ektremitas.refleks grasp (+), babinsky (+), ankle clonus (+), dence (-), moro (+), trunk incuruviation (+), scarf (+), creases (+).

7.Terapy yang diberikan
Pycin : 2x155mg/IV
Mikasin : 2 x23mg/IV
ASI
Susu Formula

8.Data penunjang
Hasil lab ibu Rita.
Jenis pemeriksaan
nilai
Nilai rujukan
Hb
12
13-18
Leukosit
5300
4000-10000
Trombosit
265000
150000-450000
HbsA6
(-)

9.Analisa data
No
Data
Etiologi
Diagnose keperawatan
1
Ds :
Do : Ku baik, aktif, menangis keras, bayi menggigil (kadang-kadang)
BBL

Suhu lingkungan

Suhu bayi

Hipotermi

Potensial hipotermi berhubungan dengan perubahan suhu lingkungan
2
Ds :
Do : tali pusat sudah di potong dan diikat oleh kasa steril.
BBL

Tali pusat di bungkus dengan kasa yang tidak steril

Invasi kuman ke tali pusat

Potensial infeksi tali pusat

Potensial terjadinya infeksi pada talipusat berhubungan dengan invansi kuman saat merawat tali pusat
3
Ds :
Do : Ku baik, aktif, menangis keras, BB dari 3100gr menjadi 3020gr
BBL

Kuranggnya reflex hisap bayi

Gangguan pemenuhan nutrisi

Gangguan penurunan nutrisi berhubungan dengan kurangnya reflex hisap bayi.

Diagnose keperawatan berdasarkan prioritas Masalah
1.Potensial hipotermi berhubungan dengan perubahan suhu lingkungan.
2.Potensial terjadinya infeksi pada talipusat berhubungan dengan invansi kuman saat merawat tali pusat.
3.Gangguan penurunan nutrisi berhubungan dengan kurangnya reflex hisap bayi.


CONTOH RESUME MEMANDIKAN DAN MERAWAT TALI PUSAT

RESUME MEMANDIKAN DAN MERAWAT TALI PUSAT
PENGKAJIAN
A.PENGUMPULAN DATA
1.IDENTITAS KLIEN
Nama :
Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
No medrec :
Diagnosa medis :
Alamat :
2.IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
Nama :
Umur :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Suku bangsa :
Alamat :
Ibu
Nama :
Umur :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Suku bangsa :
Alamat :
MEMANDIKAN BAYI BARU LAHIR DAN PERAWATAN TALI PUSAT
i.Pengertian Memandikan bayi baru lahir
Teknik memandikan neonates adalah dengan teknik spongebath yaitu membersihkan neonates dengan membasuh seluruh bagian tubuh dari mulai kepala sampai degan ujung kaki tanpa dimasukan kedalam bak mandi. Bayi baru lahir sebenarnya tidak perlu dimandikan segera setelah dilahirkan untuk membersihkan vernik, karena vernik bisa menghilang sendiri setelah hari kedua dan dapat melindungi kulit dari bakteri. Bayi harus dimandikan jika seluruh tubuhnya diselimuti oleh mekonium / yang terkontaminasi oleh darah/ feces ibu.
ii.Tujuan
Adapun tujuan dilakukan tindakan memandikan bayi baru lahir diantaranya adalah :
1)Membersihkan kulit dari darah dan cairan amnion
2)Mempertahankan kebersihan diri sehari hari
3)Untuk observasi keadaan kulit bayi
4)Mengajarkan orangtua untuk memandikan bayi
5)Stimulasi dini
6)Untuk observasi keadaan tali pusat dari kemungkinan infeksi

i.Prinsip memandikan
Adapun prinsip memandikan yaitu :
1)Didahului dari daerah yang paling bersih ke daerah yang paling kotor ( genital dan perinial dibersihkan paling akhir)
2)Pada daerah lipatan kulit dilakukan perawatan khusus
3)Teknik sponge bath harus dilakukan terus menerus sampaitali pusat putus dan tidak ada tanda-tanda infeksi pada umbilicus
4)Salahsatu cara yang baik dalam teknik spongebath adalah dimulai dengan membasuh muka, kepala,dan menyabuni tubuh.setelah itu baru menggunakan bak unu membilas

ii.Masalah keperawatan yang muncul
Diantaranya adalah
1)Gangguan mempertahankan kebersihan diri dikarenakan kurangnya pengetahuan orang tua tentang cara memandikan bayi
2)Hipotermia
3)Potensial infeksi dikarenakan kerusakan jaringan pada tali pusat

PERAWATAN TALI PUSAT
iii.Pengertian Prawatan tali pusat
Ujung tali pusat akan mongering dan putus pada 7-10 hari setelah bayi lahir, bias juga 15-28 hari atau lebih, tali pusat dibersihkan dengan menggnakan kapas alcohol dimulai disekitar hubungan antara tali pusat dan kulit untuk meningkatkan proses pengeringan da penyembuhan pada saat memandikan bayi baru lahir tidak dianjurkan bayi untuk dicelupkan dalam bal mandi sampai tali pusat putus dan umbilicus sembuh.
iv.Tujuan Perawatan Tali pusat
a)Meningkatkan granulasi
b)Mencegah infeksi
c)Memudakan dan mempercepat pengeringan tali pusat


MEMANDIKAN DAN MERAWAT TALI PUSAT

a.Tahap Pra interaksi
1)Validasi nama klien. Keadaan mum, tanda-tanda vital
2)Pastikan tidak ada kontra indikasi
3)Pertahankan bayi dalam lingkungan yang hangat dan nyaman
4)Persiapan alat
a)Meja/ tempat tidur yang lunak dan bersih
b)Kapas mata steril
c)Kapas steril untuk membungkus tali pusat
d)Alcohol 70% dan betadin 3% ditempatnya
e)Sabun mandi bayi
f)Kapas untuk membersihkan kuping dan hidung dan kapas basah untuk BAB dan BAK
g)Bak mandi/ waskom berisi air hangat
h)Handuk
i)Washlap 2 buah
j)Baby oil
k)Pakaian lengkap disusun dengan posisi terluar diletakan paling bawah
l)Selimut mandi bayi/ handuk
m)Barakskort
n)Ember/tempat pakaian kotor
o)Bengkok
p)Sisir lembut
q)Pinset anatomis 1 buah
r)Thermometer rectal/aksila
s)Timbangan BB

b.Tahap orientasi
1)Lakukan senyum salam sapa
2)Identifikasi nama klien
3)Jelaskan tujuan dan manfaat tindakan
4)Tanyakan pada keluarga klien apabila ada hal-hal yang ingin ditanyakan
c.Tahap kerja
1)Membaca basmalah dan mengajak ibu mulai bimbingan
2)Mencuci tangan
3)tempat mandi bayi diberi air hangat
4)Alaskan perlak dan kain alas diatas meja
5)Letakan bayi daiatas meja, ukur suhu, dengan thermometer dan timbang berat badan
6)Bersihkan terlebih dahulu mata dengan kapas steril dari arah hidung ke ujung mata dengan satu kali usapan bila masih kotor ambil lagi sampai bersih
7)Bersihkan hidung, telinga dengan kapas bersih / cotton bud steril yang telah dibasahi dengan babi oil
8) Amati hidung, telinga,mata apakah masih ada kotoran atautanda tanda infeksi atau kelainan
9)Bersihkan mulut bayi denga kasa steril yang telah dibasahi dengan air hangat
10)Bersihkan muka dan daerah kepala ( rambut) dengan kasa bersih / washlap basah tanpa sabun, secara lembut usapkan shampoo bayi secara perlahan dengan menggunakan lap, bilas rambut dan keringkan kulit kepala dengan cepat
11)Keringkan muka dengan handuk lembut
12)Lepaskan pakaian bayi dan masukan pakaian itu ketempat pakaian kotor
13)Bila bayi BAB /BAK bersihkan dengan kapas basah
14)Bersihkan mulai muka, leher, tangan dan jati, ketiak dada, perut, sekitar pusat, kemudian punggung, kaki, genetalia, perhatikan lipatan harus dibersihkan dengan baik, bersihkan dengan washlap bersih dan sabun.membersihkan genetalia perempuan bersihkan labia secara perlahan dari arah depan kebelakang.kalau laki laki, tarik kulup dengan lembut dan sejauh jauhnya, bersihkan ujung gland dengan gerakan memutar dan kembalikan kulup dengan segera setelah dibersihkan
15)Masukan bayi ke ember atau bak kemudian bilas sampai bersih, dengan kepala diletakan dibagian pergelangan tangan kiri bagian dalam, empat jari tangan kiri ditempatkan di ketiak bayi dan jempol pada bahu kiri, tangan kanan dibawah pantat bayi
16)Bayi dinagkat dari air, diletakan diatas handuk dan dikeringkan mulai dari kepala terus turun kebawah, perhatikan lipatan, harus kering dan dilihat apakah ada kelainan kulit atau tidak
17)Buka hanskon lama pakai hanscon baru
18)Buka balutan tali pusat lama dengan pinset anatonis
19)Rawat tali pusat bila masih ada dengan kapas alcohol 70% lalu bungkus dengan kassa steril
20)Kulit yang terlalu kering diolesi dengan minyak bayi
21)Pasang pakaian bayi mulai urutan yang terdalam
22)Sisir rambut bayi dengan baik lalu periksa kuku kukunya
23)Tempatkan bayi ditempat hangat dan bersih
24)Buka barakskort dan bereskan alat, serahkan bayi ke ibunya untuk ditidurkan dalam posisi nyaman
25)Membaca hamdalah
26)Cuci tangan

d.Tahap terminasi
1)Evaluasi hasil kegiatan dan beritahu pada klien
2)Beri feedback positif pada keluarga pasien
3)Kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4)Dokumentaswikan dan catat waktu,nama tindakan dan respon bayi serta penemuanpenemuan penting yang ditemukan saat tindakan
5)Cuci tangan

ASKEP APENDISITIS

APENDISITIS
Pengertian
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.
Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)
Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
Manifestasi Klinik
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Pemeriksaan diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
Pengkajian
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.
Diagnosa keperawatan
Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
Intervensi keperawatan .
Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
1.Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan
kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
Intervensi : Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).
Intervensi : Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.
HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
Intervensi : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
Lakukan gate control.
Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.
Intervensi : Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi : Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.
Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi : Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
Bimbing keluarga / istri klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan
Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.
Evaluasi.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.
Sumber :
1.Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
2.Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
3.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. 4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakar
DENGUE SYOK SYINDROME
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dengue Hemorragic Fever (DHF) atau yang biasa disebut Demam Berdarah Dengue (DBD), sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 sampai sekarang, sering kali menjadi penyebab kematian terutama pada anak remaja dan dewasa. DHF juga telah menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dari tahun ketahun penderitanya cenderung meningkat.
Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan memiliki tanggung jawab untuk ikut serta dalam upaya penanganan DHF. Upaya yang dapat dilakukan oleh perawat pada penderita DHF adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang optimal dan professional.
Apabila DHF tidak segera tertangani maka akan menjadi atau akan sampai ke tahap sindrom renjatan dengue atau DSS. Dimana penyakit ini yaitu DHF yang telah disertai renjatan. Oleh karena itu, laporan ini akan membahas tentang Asuhan Keperawatan terhadap klien yang mengalami DSS.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB 3 dan untuk mengetahui lebih jauh dan lebih paham tentang Asuhan Keperawatan pada klien yang menderita DSS.

C. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam pembuatan laporan ini adalah metode diskusi dan study literature.


BAB II
DENGUE SHOCK SYNDROM


Definisi
DSS adalah berkurangnya volume plasma akibat dari permeabilitas dinding kapiler. DSS merupakan lanjutan dari DHF derajat 3 dan 4 yang secara lambat ditangani.

Etiologi
Virus dengue serotipe 1,2,3,dan 4 yang ditularkan melalui vector nyamuk Aedes Aegypti (betina) yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlidungan terhadap serotipe lain.

Patofiologi
Infeksi dengue heterologus sekunder

Replikasi virus Respon antiibodi anamnestis

Kompleks virus-antibodi

Aktivasi komplemen

Anafilaktoksin ( C3a C5a )

Agregasi trombosit Permeabilitas vascular

Trombositopenia Kebocoran plasma Ht 
Na+ 
Hipovolemia

Syok


1.Manifestasi Klinis
1. Melena
Infeksi dengue heterologus sekunder

Replikasi virus Respon antiibodi anamnestis

Kompleks virus-antibodi

Destruksi eritrosit

Gangguan fungsi trombosit

Perdarahan yang berlebihan pada system pencernaan bagian bawah

Masuk kedalam system eliminasi

Melena
2. Hipotensi
Penurunan kontraktilitas otot jantung

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung

Tekanan darah menurun
3.Demam tinggi
Invasi virus dengue

Merangsang sel-sel monosit,eosinofil,netrofil,makrofag

Untuk mengeluarkan zat pirogen-endogen

Impuls disampaikan ke hypothalamus bagian thermoregulator

Melalui ductus thoraccicus

Suhu tubuh 
4.Penurunan Kesadaran
Penurunan volume darah di intravaskular

Penurunan arus balik darah vena ke jantung akibat lanjut penurunan pengisian ventricular

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung

Hipotensi

Penurunan perfusi oksigen dan nutrisi kejaringan otak (serebral)

Hipoksia

Penurunan kesadaran
5.Hepatomegali
Invasi virus dengue

Aktivasi system komplemen

Zat anafilatoksin

Peningkatan permeabilitas kapiler

Agregesi trombosit menurun

Mengaktifkan factor pembekuan meningkat

Vasodilatasi sel sel hepar

Hepatomegali

6.Klien gelisah karena adanya penurunan perfusi oksigen dan nutrien ke seluruh jaringan tubuh

E. Pemeriksaan Laboratorium
1.Pemeriksaan darah
a.IgG Dengue positif
b.Trombositopenia
c.Hemokonsentrasi
d.Hasil pemeriksaan darah menunjukan hipoproteinemia,hiponatremia,hipokalemia.
2.Pemeriksaan serologi, melakukan pengukuran titer antibody pasien.
3.Pemeriksaan diagnosis yang menunjang antara lain foto toraks mungkin dijumpai efusi pleural effusion, pada pemeriksaan USG hepatomegali dan splenomegali ditemukan

F. Terapi Obat
1.Rantin 2 x 1 ampul untuk antiemetik
2.Cedantron 2 x 1 ampul untuk antiemetik
3.Neurotam 2 x 3 gr untuk vitamin saraf
4.Calcasentin 4 x 1 gr untuk antibiotik
5.Calmeco 3 x 1 ampul untuk vitamin saraf
6.Xillo : Della 1 : 1 IM untuk antipiretik
7.Aminovel 1 labu/hari untuk memenuhi kebutuhan nutrisi secara parenteral
8.Valium untuk kejang ( jika diperlukan )

G. Terapi Diet
Penderita diberikan makanan yang lunak dan makanan yang mudah dicerna,rendah serat dan tidak mengandung bumbu yang merangsang. Makanan yang boleh diberiakan:
1.Beras tim,dibubur,kentang direbus,macaroni,roti,pudding (sumber hidrat arang).
2.Daging sapi,ikan direbus,dikukus,ditim,telur didadar, keju,susu,yoghurt ( sumber protein hewani)
3.Tahu,tempe direbus,dikukus,kacang-kacangan,kacang hijau direbus (sumber protein nabati)
4.Sayuran yang tidak banyak serat;bayam, kangkung, kacang panjang, buncis muda, tomat, kembang kol (sayuran)
5.Buah segar, pisang, pepaya, jeruk, mangga, alpokat, jambu biji(buah – buahan)
6.Bumbu dalam jumlah terbatas : bumbu dapur, pala, kayu manis, asam gula, garam (bumbu – bumbu)
7.The encer, kopi encer, coklat, susu (minuman).

H. Klasifikasi DHF
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi : (WHO,1986)
Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Derajat II :
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
Derajat III :
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tanda – tanda dini renjatan).
Derajat IV :
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

I. Implikasi Keperawatan
1. Harus dilakukan resusitasi cairan.
2. ketika tekanan darah tak teraba maka berikan cairan 10 – 20 /kgBB. Apabila syok belum teratasi TD yang meningkat maka akan menurun kembali.
3. Kalo syok sudah tertangani baru mengatasi yang lainnya.
4. Dihindarkan pemberian karbohidrat karena dapat mempengaruhi metabolisme

J. Tinjauan Kasus
Tn. R. 25 tahun. Masuk ICU tanggal 9 Februari 2006 jam 19.30 dengan diagnosa medis Dengue Shock Syndrom dan melena.
Saat pengkajian didapatkan klien lemah, kesadaran derlirium, gelisah, cairan lambung kotor. Klien terpasang infuse, cairan Ringer Laktat, terpasang NGT, terpasang Dower Kateter. Tanda – tanda vital : suhu 38,60C, nadi 120x/menit, TD 140/90. Hasil laboratorium menunjukkan Hb : 17,5, Ht 52, leukosit 8.100, trombosit 37.000, waktu perdarahan 6 menit, waktu pembekuan 2 menit, natrium 146,1; kalium 4,02; klorida 113,7.
Dokter memberikan terapi sebagai berikut : Rantin 2 x 1 ampul, cedantron 2 x 1 ampul, neurotam 2 x 3 gram, 4 x 1 ampul, valium jika perlu, bila panas injeksi Xillo : Della = 1 : 1 IM, bilas lambung 3 x/hari dengan NaCl dingin 200 cc, serial lab 6 jam, infus aminovel 1 lagu/hari 20 gtt/menit.

K. Asuhan Keperawatan Klien dengan DSS
1. Analisa Data
NO
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM
1
Ds :
Do :
Suhu tubuh 38,6 oC
Hematokrit 52
Trombosis 37.000
Terjadi melena
Hb 17,5
Leukosist 8.100
Natrium 146,1
Kalium 4,02
Klorida 113,7
Infeksi virus dengue heterologus sekunder
 
Replikasi virus Respon antibody anamnesis
 
Komplek virus antibody

Aktivasi komplemen

Anafilatoksin

Permeabilitas kapiler

Kebocoran plasma

Hipovolemia

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
2
Ds :
Do :
Terpasang NGT
Melena
Suhu 38,6oC
Klien lemah
Kesadaran delirium
Invasi virus dengue

Terjadi infeksi system pencernaan bagian atas

Inpuls iritatif ke otak

Merangsang medulla vomiting center

Intake nutrisis kurang

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
3
Ds :
Do :
Suhu tubuh 38,6oC
Klien gelisah
Nadi 120x/menit
Trombosit 37.000/mm3
Hematokrit 52
Invasi virus dengue

Merangsang sel – sel monosit, eosinofil, netrofil, makrofag

Untuk mengeluarkan zat – zat firogen, endogen.

Impuls disampaikan kehipotalamus bagian termogulator

Melalui ductus toraticus

Suhu meningkat

Gangguan peningkatan suhu tubuh.
4
Ds :
Do :
Klien lemah
Nadi 120 x/menit
Terpasang kateter
Terpasang NGT
Kesadaran delirium
Penurunan volume darah di intravaskuler

Penurunan arus balik darah vena kejantung dan akibat lanjut pengisian ventricular

Penurunan isi sekuncup (jumlah darah yang dipompakan dari jantung)

Penurunan curah jantung

Hipotensi

Penurunan perfusi O2 dan nutrisi berkurang kejaringan otak

Hipoksia

Penurunan kesadaran

Gangguan aktivitas

2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan metabolisme tubuh yang meningkat dan terjadinya perdarahan.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi ;kurang dari kebutuhan sehubungan dengan melena dan trombositopeni.
c. Peningkatan suhu tubuh :hipertermi sehubungan dengan proses penyakit.
d. Gangguan aktivitas sehari – sehari sehubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.

3. Rencana Asuhan Keperawatan Pada Klien DSS

Nama : Tn. R Tanggal Masuk : 9 Februari 2006
Umur : 25 tahun Tanggal Pengkajian :
No.Medrec: Diagnosa : DSS

No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan metabolisme tubuh yang meningkat dan terjadinya perdarahan. Ditandai dengan :
Ds :
Do :
Suhu tubuh 38,6 oC
Hematokrit 52
Trombosis 37.000
Terjadi melena
Hb 17,5
Leukosist 8.100
Natrium 146,1
Kalium 4,02
Klorida 113,7
Tupan :
Setelah diberikan perawatan selama 5 hari keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi.
Tupen :
Setelah dilalukan perawatan selama 3 hari gangguaan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat teratasi dengan criteria :
Intake output urin seimbang
Suhu tubuh normal 36 – 37 0C
Ht normal 40 – 48 vol %
Melena ( - )
Trombosit normal 150.000 – 400.000
Hb normal 13 – 16 gr/dl
Leukosist normal 4000 – 10.000.
Natrium, Kalium, Klorida normal
1. Observasi TTV, setiap 1 jam sekali.


2. Pasang NGT




3. Pasang dower Kateter



4. Observasi tanda – tanda perdarahan


5. Kolaborasi pemberian cairan infus RL


6. Kolaborasi pemeriksaan lab, serial setiap 6 jam (karena trombositnya 37.000).
1. Dengan melakukan observasi TTV, dapat mengetahui keadaan umum pasien.
2. Dengan pemasangan NGT dapat memberikan cairan dimana cairan ini akan menggantikan cairan yang hilang dan untuk membilas lambung karena perdarahan.
3. Dengan memasang kateter dapat membantu pemenuhan eliminasi klien dan untuk menghitung intake output pada klien.
4. Untuk mengetahui tanda – tanda perdarahan dan sebagai acuan untuk melakukan tindakan selanjutnya.
5. Dengan memberikan cairan RL maka dapat menggantikan cairan tubuh yang hilang.
6. Pemeriksaan lab dapat mengetahui sejauh mana perkembangan cairan elektrolit pada klien.

2
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan dengan melena dan trombositopeni. Ditandai dengan :
Ds :
Do :
Terpasang NGT
Melena
Suhu 38,6oC
Klien lemah
Kesadaran delirium
Tupan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari kebutuhan nutrisi pada klien dapat terpenuhi dengan seimbang dan pola nutrisi pada klien normal.
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dan pola nutrisi normal. Dengan criteria :
Klien tidak lemah
Tidak ada melena
Trombosit normal
Klien dapat makan lewat mulut.
1. Pemasangan NGT



2. Lakukan bilas lambung dengan menggunakan NaCl dingin.


3. Beri makanan cair

4. Kolaborasi pemberian rantin dan cedantron.





5. Kolaborasi pemberian aminovel.
1. Untuk membersihkan darah dalam lambung, memberikan nutrisi via selang dan untuk mengetahui cairan yang ada dalam lambung.
2. Dengan dibilas memakai NaCl dingin dapat memvasokontriksikan pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti dan tidak ada melena.
3. Makanan cair dapat lebih mudah diabsorpsi oleh lambung.
4. Rantin dan Cedantron merupakan obat yang mengandung reseptor histamil H2 yang berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung dan dapat memperbaiki kondisi lambung sehingga tidak terjadi perdarahan.
5. Pemenuhan nutrisi pada klien.

3
Peningkatan suhu tubuh : hipertermi sehubungan dengan proses penyakit. Ditandai dengan :
Ds :
Do :
Suhu tubuh 38,6oC
Klien gelisah
Nadi 120x/menit
Trombosit 37.000/mm3
Hematokrit 52
Tupan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari suhu tubuh klien kembali normal.
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari suhu tubuh klien dapat kembali normak. Dengan criteria :
Suhu tubuh 36,50C – 37,50C
Trombosit normal 150.000 – 400.000
Nadi 80 x/menit
Ht normal
Klien tidak gelisah
1. Observasi TTV setiap 1 jam

2. Berikan kompres hangat pada daerah axilla dan lipat paha.




3. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut dan pakaian tebal. Serta anjurkan klien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat.
4. Catat asupan dan haluaran

5. Kolaborasi pemberian cairan IV infus RL 30 gtt/menit.
6. Kolaborasi pemberian Antipiretik (Xillo : Della = 1 : 1 IM)
7. Kolaborasi pemberian Antibiotik (Calcasentin)
8. Kolaborasi pemberian vitamin Saraf (Neurotam, valium jika perlu)
1. TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum klien.
2. Dengan kompres hangat akan meningkatkan vasodilatasi sehingga dapat membantu proses evaporasi. Dikompresnya pada axilla dan lipat paha karena pada daerah ini terdapat pembuluh darah yang besar.
3. Pakaian tebal akan mengurangi penguapan tubuh. Sedangkan mekai pakaian yang tipis dapat membantu dalam proses evaporasi tubuh.
4. Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.
5. Dapat menggantikan cairan tubuh yang hilang.
6. Dengan memberikan antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh.
7. Dengan memberikan antibiotik untuk mengatasi virusnya.
8. Dengan memeberikan vitamin saraf supaya tidak terjadi kejang.

4
Gangguan aktivitas sehari – hari sehubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. Ditandai dengan :
Ds :
Do :
Klien lemah
Nadi 120 x/menit
Terpasang kateter
Terpasang NGT
Kesadaran delirium
Tupan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari kebutuhan aktivitas klien terpenuhi.
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari kebutuhan aktivitas klien terpenuhi. Dengan criteria :
Klien tidak lemah
Klien tampak bersih
Pola eliminasi klien tidak dibantu
Pasien mampu mandiri setelahbebas demam.

1. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas/keluhan pasien.


2. Bantu aktivitas pasien





3. Bantu aktivitas personal hygiene pada klien
4. Ajarkan cara memenuhi personalhygiene pada keluarga.
1. Untuk mengidentifikasi masalah – masalah pasien. Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
2. Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat memiliki tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari tanpa membuat pasien ketergantungan pada perawat.
3. Agar kebersihan klien terpenuhi.

4. supaya klien dan keluarga tidak tergantung pada perawat.


BAB III
KESIMPULAN


Adapun kesimpulan dari pembuatan laporan ini bahwa, DSS adalah berkurangnya volume plasma akibat dari permeabilitas dinding kapiler. DSS merupakan lanjutan dari DHF derajat 3 dan 4 yang secara lambat ditangani. Kewaspadaan perawat pada klien yang mengalami DSS adalah pada pertama kali harus dilakukan resusitasi cairan. Ketika tekanan darah tak teraba maka berikan cairan 10 – 20 /kgBB. Apabila syok belum teratasi TD yang meningkat maka akan menurun kembali. Kalo syok sudah tertangani baru mengatasi yang lainnya. Dihindarkan pemberian karbohidrat karena dapat mempengaruhi metabolisme.
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi : (WHO,1986)
Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Derajat II :
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
Derajat III :
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tanda – tanda dini renjatan).
Derajat IV :
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.












DAFTAR PUSTAKA


Effendy, Christantie. 1995. Perawatan Pasien DHF. Jakarta : EGC.


.ISFI. 2006. ISO Indonesia Vol 41 – 2006. Jakarta : PT Anem Kososng Anem (AKA).


Johnson, Marion, dkk. 2000. NOC (Nursing Outcomes Classification). USA : Mosby


Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 2. Jakarta : Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


McCloskey, Jonne Dochterman dan M,Gloria Bulechek.2000. Nursing Interventions

Classification (NIC). USA : Mosby.


Nanda Internasional. 2006. Nursing Diagnoses. Philadelphia USA : NANDA International

Philadelpia.


























LAMPIRAN

Contoh soal menghitung cairan pada klien yang mengalami DSS.
1. Tn. H. didiagnosa DSS sehingga harus mendapatkan therapy infus RL 2400 ml/ hari.
a. Berapa tetes/menit harus diberikan ?
b. Setiap berapa jam 1 labu infus harus diganti ?
Jawab :
a. tetes/menit = kebutuhan ciran x infus set
Jam x 60
= 2400 x 20
24 x 60
= 100 x 1/3
 = 33,3 tts/menit
Jadi, yang harus diberikan pada Tn.H adalh 33 tts / menit.
b. 1 labu 500 cc, jam = J
tetes/menit = kebutuhan ciran x infus set
Jam x 60
33 = 500 x 20
jam x 60
33 = 10.000
60 J
33 x 60 J = 10.000
1980 J = 10.000
J = 10.000
1980
= 5,051 jam
Jadi, 1 labu infus diganti setiap 5 jam.
2. Tn Y. menderita DSS grade IV harus mendapatkan terapi tranfusi FFP 4 labu (dalam 1 labu 100 cc). Tranfusi trombosit 4 labu (dalam 1 labu 50 cc). Dan mendapatkan RL 100 cc/24 jam dan mendapatkan terapi vimahaes 500cc/24 jam, mendapatkan insulin 10 U dalam dextrose 10 % yang harus habis dalam 24 jam.
a. Berapa total therapy cairan yang diberikan pada Tn. Y.?
b. Berapa tetes/menit tranfusi diberikan bila 1 labu harus habis dalam waktu 2 jam ?
c. Berapa tetes/menit cairan RL diberikan ?
d. Beberapa tetes/menit vimahaes dan insulin diberikan ?
Jawab :
. a. Total cairan = cairan RL + Vimahaes + insulin dalam dekstros + tranfusi
= 1000cc + 500 cc + 600 cc
= 2600 cc
jadi, total cairan yang diberikan pada Tn.Y adalah 2600 cc
b. untuk FFP dalam 1 labu
order x 15 = 100 x 15
60 x 2 jam 120
= 1500
120
= 12,5 tts/menit
jadi, dalam 2 jam sebanyak 13 tetes/menit.
Untuk Trombosit dalam 1 labu.
Order x 15 = 50 x 15
60 x 2 120
= 750
120
= 6,25 tts/menit
jadi, dalam 2 jam sebanyak 6 tts/menit.
c. cairan RL x 20 = 1000 x 20 = 2000 = 13,889 tts/menit
60 x 24 1440 144
jadi, tetes/menit RL = 14 tetes/menit.
d. untuk vimahaes
order x 20 = 500 x 20 = 1000 = 6,9 tts/menit
60 x 24 1440 144
jadi, tts/ menit vimahaes adalah 7 tetes/menit
insulin dalam dekstrose 10 %
order x 20 = 500 x 20 = 1000 = 6,9 tts/menit
60 x 24 1440 144
jadi, tts/menit insulin dalam dekstros adalh 7 tetes/menit.
3. An. A. mendapatkan terapi KaEn #B usia 4 bulan 750 cc/24jam dan mendapatkan ASI eksklusif 50 cc/ 3jam.
a. Berapa total cairan yang diberikan pada anak A. ?
b. Berapa tetes/menit KaEn 3B diberikan?
Jawab :
a. ASI = 500/3 jam = 400cc/24 jam
total cairan = Ka En 3B + Asi eksklusif
= 750 cc/24jam + 400 cc/24 jam
= 1150 cc/24 jam
jadi, total cairan yang diberikan pada An. A, adalah 1150 cc/24 jam
b. KaEn 3B
order x 60 = 750 = 31,25 tts/menit
60 x 24 24
jadi, tetes/menit yang diberikan adalah 31 tetes/ menit.

askep diabetes mellitus

DIABETES MELITUS
A.KONSEP DASAR DIABETES MELITUS
1.Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompk kelaianan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah /hiperglikemi (Suzzane C. Smeltzer, 1996 : 1220)
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 1999 : 580)
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka, DM ditandai oleh hiperglikemia puasa dan postprandial, arterosklerotik,penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati (Sylvia A Price. et al. 1995 : 2601)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus (DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.


1.Tipe Diabetes
Penyakit ini dibedakan berdasar penyebab, perjalanan klinik dan therapinya. Klasifikasi diabetes yang utama adalah
Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin ( insulin dependent diabetes mellitus [ IDDM])
Tipe II : diabetes mellitus tidak tergantun insulin ( no- insulin dependent diabetes mellitus [ NIDDM])
Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau syndrome lainya
Diabetes mellitus gestasional ( gestacional Diabetes mellitus [ GDM])
Kurang lebih 5-10 % penderita mengalami diabetes tipe I,Kurang lebih 90–95 % penderita DM adalah type II Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM), yaitu DM yang tidak tergantung insulin. DM type II paling sering terjadi pada penderita Diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat selama bertahun-tahun dan progresif, maka awitan DM type II ini dapat berjalan tanpa terdeteksi.
2.Etiologi
a)Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas.kombinasi factor genetic, imunologi dan mungkin pula lingkungan ( missal : infeksi virus.)
Factor-faktor genetic, penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri,tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kea rah terjadinya diabetes tipe 1.
Factor imunologi, pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon otoimun, respon ini merupakan reson abnormal dimana abtibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah olah jaringan asing.
Factor lingkungan, penyelidikan juga sedang dilakukan pada kemungkinan factor-faktor ekternal yang dapat memicu sel-sel beta.
b)Diabetes tipe II, diabetes tipe II ini disebabkan Karen resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin, selain itu erdapat pula factor-faktor yang berhubungan diantaranya :
Usia 9 resitensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
Obesitas
Riwayat keluarga
Kelompok etnik (golongan hispanik dan rakyat amerika asli memiliki kemungkinan lebih besar disbanding afro-amerika)
Selain itu factor stress neurologis juga dapat dimasukan sebagai factor presipitasi naiknya kadar gula darah seseorang. Hal ini disebabkan bila seeorang mengalami stress maka akan terjadi peningkatan sekresi ACTH dengan segera dan bermakna oleh kelenjar hipofisis anterior, disertai dengan peningkatan sekresi kortisol dari korteks adrenal (Guyton, 1997 : 1211)
Kortisol merupakan salah satu hormon yang secara langsung dapat meningkatkan sekresi insulin atau dapat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin. Efek perangsangan dari hormon-hormon ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormon ini dalam jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan sel-sel Betha Pulau Langerhans menjadi kelelahan dan akibatnya timbul Diabetes (Guyton, 1997 : 1230)
Stress
È
## sekresi ACTH
È
Stimulus
È
Stimulus dihantarkan ke kelenjar hipofisis anterior
Dan peningkatan sekresi kortisol dari korteks adrenal
È
## sekresi insulin dan dpt memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin
È
Efeknya dari perangsangan dari hormone
È
pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormon ini dalam jumlah besar
È
sel-sel Betha Pulau Langerhans menjadi kelelahan
È
akibatnya timbul Diabetes



3.Manifestasi klinis
Pada klien dengan DM sering ditemukan gejala-gejala :
a.Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul dan luka tidak sembuh
b.Kelainan ginekologis : gatal-gatal sampai dengan keputihan
c.Kesemutan dan baal-baal
d.Lemah tubuh atau cepat lelah
e.Trias gejala hyperglikemi (poliuri, polipagi, polidipsi) ditambah penurunan BB

Manifestasi klinis DM dikaikan dengan konsekwensi metabolik defisiesi insulin. Defisiensi insulin akan mengakibatkan tubuh tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.jika hiperglikemi berat maka akan mengakbatkan glikosuria,glikosuria akan mengakibatkan dieresis osmotic yang meningkatkan engeluaran urin ( poliuria) dan menimbulkan rasa haus ( polidipsi). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan berkuran. Rasa lapar yang semakin besar ( polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.
Diabetes tipe 1 akan memperlihatkan gejala
Polidpsia
Poliuria
Turun berat badan
Polifagia
Lemah
Somnolen, pasien bias menjadi lebih berat dan dapat mengakibatkan etoasidosis, dapat meninggal kalau tidak mendaat pengobatan segera.
Diabetes tipe II, diabetes tipe II tidak akan memperlhatkan gejala apapun, dan diagnosis akan dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dilabolatorium dan melakukan tes toleransi glukosa.pada hiperglikemia berat pasien mungkin mengalami polidipsy, poliuria , lemah dan somnolen. Biasanya tidak mengalami ketoasidosis karena diabetes tipe II tidak defisiensi insulin secara absolute namun hanya relative, sejumlah insulin masih diproduksi dan cukup untuk mencegah asidosis.
4.Komplikasi
Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.
a.Komplikasi Metabolik Akut
1)Ketoasidosis Diabetik
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal
2)Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin.
Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
b.Komplikasi Vaskular Jangka Panjang
1)Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2)Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a)Penimbunan sorbitol dalam intima vaskular
b)Hiperlipoproteinemia
c)Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.




ULKUS DIABETIKUM

I.Masalah kaki dan tungkai pada diabetes
Ada tiga komplikasi diabetes yang turut meningkatkan resiko terjadinya infeksi kai. Ketiga komplikasi tersebut adalah :
1)Neuropati : neuripati sensorik adalah penyebab hilangnya perasaan nyeri dan sensibilitas tekanan, sedangkan neuropati otonom menimbulkan peningkatan kekeringan dan pembekuan fisura pada kulit ( yang terjadi akibat penurunan respirasi)
2)Penyakit vaskuler perifer : sirkulasi ektrimitas bawah yang buruk turut menyebabkan lamanya kesembuhan luka dan terjadinya angre.
3)Penurunan daya imunitas : hiperglikemia akan mengganggu kemamppuan leukosit khusus yang berfungsi untuk menghancurkan bakteri.dengan demikain pada pasien yang diabetes yang tidak terkonrol akan terjadi penurunan resistensi terhadap infeksi tertentu.
II.Patofisiologi ulkus diabetikum
Cidera jaringan lunak kaki
(pembentukan fisura antara jari kaki,kalus)
È
Neuropati sensorik dan otonom
È
Hiangnya nyeri dan sensibilitas tekanan, peningkatan kekerigan dan pembentukan fisura dikulit
È
Hilangnya kepekaan kaki
È
Cidera tidak dirasakan klien
È
Berlangsung lama tanpa diketahui
È
Infesksi serius, pengeluaran nanah,bengkak, kemerahan ( akibat sellitis
È
Dan gangrene

III.Therapy ulkus
Terapi ulkus diabetikum meliputi :
Tirah baring
Pemberian antibiotic
Debridem

Sumber diambil dari :


1)Guyton, Arthur C dan Hall John. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. 1997
2)Ignativius, Donna dan Marylinn Vomer. Medical Surgical Nursing Approach. Philadelphia : WB. Saunders Company. 1991
3)Mansjoer, Arif. Kapita slektas Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. 1999
4)Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Buku 2. Jakarta : EGC. 1995
5)Smeltzer, Suzanne. C. Buku Ajar Keperawtaan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC. 2002

Gagal Ginjal Kronis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)

B. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah unruk mengetahui dan memahami tentang Gagal Ginjal Kronis (GGK) dan Asuhan Keperawtan pada klien yang menderita GGK. Selain itu juga untuk menanbah ilmu yang lebih luas.

C. Metode

Metode yang kami gunakan dalam pembuatan lapora ini adalah metode diskusi dan study literatur.

BAB II

GAGAL GINJAL KRONIS

A. Pengertian Gagal Ginjal

Gagal ginjal kronis adalah kondisi dimana ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa-sisa metabolic dan kelebihan air dari darah yang disebabkan oleh hilangnya sejumlah nefron fungsional yang bersifat irrevelsibel.

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan eletrolit, menyebabkan uremia.




B. Etiologi dan Faktor Resiko

1. tekanan darah tinggi (Hipertensi)

2. glomerulonefritis

3. gagal jantung

C. Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Kronis

1. klien tampak lemah

2. sesak dan batuk

3. nafas klien terdapat bunyi ronchi basah basal

4. konjungtiva anemis

5. respirasi cepat

6. takhikardi

7. edema ekstrimitas bawah

D. Patofisiologi
Mekanisme Glomerulonefritis → Gagal Ginjal → Hipertensi → Gagal jantung

Akumulasi kompleks antigen-antibodi

Mengendap di membrane glomerulus



akibatnya Terjadi inflamasi



penebalan membrane yang berlangsung progresif



akhirnya Invasi jaringan fibrosa di glomerulus



Glomerulus digantikan oleh jaringan fibrosa



GFR menurun



Glomerulus tidak dapat menyaring cairan



ginjal menjadi rusak

GGK (gagal ginjal kronis)



ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan air



tidak mampu mereabsorpsi natrium dan air



kompensasi ginjal mensekresikan renin



Angiotensinogen diubah oleh renin menjadi

Angiotensin 1



Angiotensin I diubah oleh conferting enzim menjadi

Angiotensin II












Vasokontriksi Mensekresikan aldosteron



Tekanan darah meningkat Menyebabkan retensi natrium



Hipertensi Tekanan darah meningkat



↓ Hipertensi



Meningkatlan volume cairan Kerja jantung meningkat



Volume meningkat Cardiac Output meningkat



Tekanan darah meningkat kerja jantung semakin lama melemah



Hipertensi gagal jantung



Cardiac Output menurun



Suplai darah ke jaringan menurun



Suplai darah ke ginjal menurun



Gagal ginjal kronik

Mekanisme Konjungtiva menjadi Anemis dan Sesak

Ginjal rusak



Produksi Eritropoetinnya menurun



Hemoglobinnya menurun






sesak Penurunan pengikatan oksigen

↓ Konjungtiva anemis

Mekanisme Sesak dan Batuk

Gagal jantung (ventrikel kiri)



Jumlah cairan dijantung meningkat



Terjadi alir balik ke paru-paru



peningkatan cairan intravaskuler diparu-paru



terjadi perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstitial



cairan di interstitial paru meningkat













meningkatkan sekresi oleh Edema paru

sel sekretorik ↓



meningkatkan sekret (benda asing) Pertukaran O2 dan CO2 ↓ terganggu

merangsang saraf yang akan dibawa â

ke pusat batuk di M. Oblongata Sesak nafas



merangsang saraf yang akan dibawa

ke pusat batuk di M. Oblongata



Batuk

Mekanisme Edema Ekstremitas

gagal ginjal kronik



peningkatan cairan intravaskuler



terjadi perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstitial perifer



cairan intersitial menjadi meningkat

(karena adanya gaya gravitasi maka terjadilah)



Edema ektremitas bawah

Mekanisme Gagal jantung jadi edema eksteremitas

Kegagalan Ventrikel kanan memompa darah tidak adequat



Terjadi alir balik ke atrium kanan



Tekanan meningkat di atrium kanan



Jadi alir balik ke vena



Tekanan vena meningkat



Tekanan hidrostatik meningkat



Shif cairan dari rongga kapiler ke rongga interstisial



Edema



Karena adanya gaya gravitasi maka terjadi edema di ekstremitas bawah

Mekanisme Kardiomegali

kerja jantung yang meningkat



hipertropi otot jantung

(kompensasi jantung untuk menyesuaikan terhadap beben kerja jantung)



kardiomegali ( Guyton 356)

Mekanisme Ureum Kreatinin menjadi tinggi dalam darah

ginjal rusak



penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan ginjal)



sehingga zat toksik (ureum dan Kreatinin) yang seharusnya terfiltrasi oleh ginjal

untuk dibuang melalui urine menumpuk didalam darah



akibatnya ureum dan kreatininnya menjadi meningkat

Mekanisme kalsium menurun

Ginjal yang rusak



Gangguan perubahan 2,5 Hidroksikolekalsiferol menjadi

1,25 Dihidriksikolekalsiferol



Penurunan absorpsi kalsium usus dan ketersediaan kasium dalam tulang

Mekanisme Hiperkalemi

Ginjal rusak



Laju filtrasi glomerulus menurun



Sehingga ginjal tidak mampu mensekresikan kalium



Kalium menumpuk dalam darah



Hiperkalemi

Mekanisme SGOT tinggi dalam tubuh

SGOT terdapat dalam dalam jaringan yang memiliki aktivitas metabolik yang tinggi



Enzim ini meningkat jika terdapat kerusakan atau kematian organ

Mekanisme Salah satunya ginjal

Mekanisme Anuria

Cardiac Output menurun



GFR menurun



Filtrasi menurun



Gangguan absorpsi dan eksresi



Urine sedikit (Anuria)

E. Pemeriksaan Laboratorium

No





Hasil


Nilai Normal

1


Hemoglobin


8 gr/dl


12- 14 gr/dl (Pr)

13-16 gr/dl (Lk)

2


Leukosit


7.600 mm3


4000-10.000 mm3

3


Gula darah sewaktu


139 mg/dl


70-200 mg/dl

4


SGOT


49 U/L


10-31 U/L (pr)

10-34 U/L (lk)

5


SGPT


36 U/L


9-36 U/L (pr)

9-43 U/L (lk)

6


EKG


Normal sinus Rhitm



7


BUN (ureum)


198 mg/dl á


10-50 mg/dl

8


Creatinin


18,5 mg/dl á


0.9 – 1.15 mg/dl(pr)

0.9 – 1.15 mg/dl(lk)

9


Na


125 mmol/I


134-145 mmol/I

10


K


7,3 mmol/I á


3.6-5.6 mmol/I

11


Ca


6,8 mmol/dl â


8.1-10.4 mmol/dl

12


Cl


116 mmol/dlá


101-111 mmol/I

Keterangan : SGOT E Serum Glutamik-Oksaloasetik Transaminase

SGPT E Serum Glutamik-Piruvit Transamine

F. Pemeriksaan Diagnostik Pada Klien GGK

1. Pemeriksaan Kimia Urine

Pemeriksaan kimia urine dapat mendeteksi zat-zat seperti glukosa, asoton, kadar PH urine, billrubin, protein dan darah.

2. Uji bersihan kreatinin (kreatinin klirens)

Caranya cukup mengumpulkan spesimen urine 24 jam dan satu spesimen darah yang diambil dalam waktu yang sama.

3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
4. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, ureter proksimal dan kandung kemih.
5. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

G. Impliasi Keperawatan dari Pengobatan dan Tindakan Medis

Terapi yang diberikan pada klien gagal ginjal kronis adalah :

1. Klien diberikan tensivask 1x1 yang berfungsi untuk menurunkan hipertensi klien

2. Klien kekurangan kalsium, pemeriksaan Lab menunjukan kalsium klien hanya 6,8 mmol/dl. Normalnya adalah 8.1-10.4 mmol/dl. Oleh karena itu klien diberikan terapi CaCO3 (Calsium Carbonat) 3x1 yang berfungsi untuk meningkatkan kalsium dalam tubuh.

3. Klien diberikan Infus D5 lini mikro, artinya klien diberikan cairan infus asal netes menggunakan mikro drip. Pada klien gagal ginjal kronis pemasukan cairan harus dibatasi, karena ginjalnya telah rusak maka kehilangan keseimbangan untuk mengatur cairan dan elektrolit dalam tubuh. Oleh karena itu cairan yang masuk asal netes, karena untuk meminimalkan kerja ginjal yang rusak.

4. Klien mengalami konjungtiva anemis, karena ginjal telah rusak maka produksi eritripoetinya berkurang dan sel darah merah juga kurang. Oleh karena itu klien diberikan terapi asam folat untuk pematangan sel darah merah.

5. Klien mengalami sesak. untuk mengurangi rasa sesak, maka klien diberikan terapi oksigen 2-3 L.

6. Rencana diberikan tranfusi PRC 2 lbu jika hiperkaleminya tertangani. Jika klien diberikan tranfusi saat kaliumnya tinggi, maka tranfusinya tidak akan efektif. Darah yang masuk kemungkinan besar akan rusak, karena kalium dapat melisiskan darah.

7. Klien diberiakn RI(Regional Insulin) 10 IU (internasional Unit) dalam Dex 40% 2 Fl. (Flakon) Bolus. Glukosa, Insulin atau klsium glukonat dapat digunakan sebagai tindakan darurat sementara untuk menangani hiperkalemia. Glukosa dan insulin mendorong kalium kedalam sel sehingga kadar serum kalium menurun sementara sampai kalium diambil melalui proses dialisa.

H. Penatalaksanaan Diet

1. Pada klien gagal ginjal kronik, klien harus diet RGRPRK (rendah garam, rendah protein dan rendah kalium).

2. Pengaturan yang cermat terhadap pengaturan protein, masukan cairan untuk mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium yang hilang dan pembatasan kalium.

3. Pada saat yang sama, masukan kalori dan suplemen vitamin harus dinjurkan.

4. Protein dibatasi karena adanya urea. Protein yang dikonsumsi harus memiliki nilai biologis tinggi. (produk susu, telur, daging).

5. Cairan yang diperbolehkan masuk adalah 500-600 ml untuk 24 jam.

I. Penatalaksanaan Medis

Pada klien gagal ginjal kronik, untuk mempertahankan hidup klien maka dilakukan tindakan hemodialisa. Tujuan dari hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih.

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu:

1. Difusi
2. Osmosis
3. Ultrafiltrasi

Hal-hal yang harus dipantau selama dilakukan hemodialisa:

1. Pantau terus tekanan dara, dan pastikan klien tidak mengalami hipotensi selama dilakukan tindakan hemodialisa.

2. jangan berikan obat antihipertensi pada saat akan menjalani hemodialisa, karen akan mengakibatkan hipotensi.

Komplikasi Hemodialisa.

1. Demam yang diakibatkan oleh bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) didalam darah

2. Reaksi anafilaksis yang berakibat fatal yang disebabkan klien alergi terhadap zat didalam mesin

3. Tekanan darah rendah akibat terlalu banyak cairan yang dibuang

4. Gangguan irama jantung yangdisebabkan kadar kalium dan zat lainnya yang abnormal dalam darah

5. Emboli Udara yang diakibatkan udara memasuki darah dalam mesin

6. Pendarahan usus atau perut akibat penggunaan heparin dalam mesin untuk mencegah pembekuan

7. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS (GGK)

1. Analisis Data

· DS : -

· DO :

· Bunyi nafas tidak normal (Ronchi Basah Basal kiri dan kanan)

· Penurunan Hb (Hb : 8 gr/dl)

· Edema ekstremitas bawah (pitting edema +3)

· TD : 150/90 mmHg

· Dispneu atau sesak nafas

· R : 28x/menit

· Anuria

· Perubahan elektrolit :

§ Na : 125 mmol/l (134-145 mmol/l)

§ K : 7,3 mmol/l (3,6-5,6 mmol/l)

§ Cl : 116 mmol/l (101-111 mmol/l)

§ Ca : 6,8 mg/dl (8,1-10,4 mg/dl)

· Etiologi

Gagal Ginjal Kronis (GGK) dan Gagal Jantung → peningkatan cairan intavaskuler → terjadi perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial di perifer → cairan interstisial meningkat → edema perifer dan paru → kelebihan volume cairan

· Masalah

Kelebihan Volume cairan

· Diagnosa Keperawatan

Kelebihan Volume Cairan Berhubungan dengan Mekanisme Pengaturan Melemah Akibat Gagal Ginjal Kronis (GGK) dan Gagal Jantung

· Tujuan

· Kelebihan volume cairan dapat di kurangi

· Keseimbangan intake dan output selama 24 jam

· Edema perifer dan paru dapat teratasi

· Bunyi nafas kembali normal

· Intervensi

· Monitor tanda-tanda vital

· Monitor hasil laboratorium terhadap retensi cairan (peningkatan BUN, penurunan Ht, perubahan elektrolit)

· Monitor indikasi kelebihan atau retensi cairan

· Tentukan lokasi dan derajat edema denagn skala +1 sampai +4

· Monitor respon pasien terhadap therapi elektrolit

2. Analisis Data

· DS : -

· DO :

· Kelemahan

· Denyut jantung atau tekanan darah tidak normal

· TD : 150/90 mmHg

· Sesak nafas / dispneu

· Etiologi

Hipertensi → kerja jantung meningkat→ cardiac output meningkat → cardiac output yang terus menerus meningkat semakin lama akan semakin menurun→ suplai O2 ke seluruh tubuh menurun → tubuh kekurangan O2 → metabolisme menurun → pembentukan energi berkurang → kelemahan

· Masalah

Intoleransi Aktivitas

· Diagnosa Keperawatan

Intoleransi Aktivitas Berhubungan denagn Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2

· Tujuan

· Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan yang memadai pada Denyut Jantung, Frekuensi Respirasi, Tekanan Darah, pola yang dimonitor dalam batas normal.

· Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi, perawatan diri: ADL

· Intervensi

· Monitor respons kardiorespirasi terhadap aktivitas

· Monitor asupan nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adequat

· Monitor respon oksigen (misalnya nadi, irama jantung, dan frekuensi respirasi) terhadap aktivitas perawtan diri sehari-hari

· Bantu klien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas

· Batasi rangsangan lingkungan

· Batasi jumlah pengunjung yang dating untuk menjenguk pasien

· Tentukan penyebab kelelahan

· Tentukan keterbatasan fisik pasien

· Tentukan apa dan berapa banyak aktivitas yag dibutuhkan untuk membangun pertahanan / daya tahan tubuhnya

3. Analisis Data

· DS : -

· DO :

Peningkatan kecepatan nafas

R : 28x/menit

Batuk

Edema

Ronci basah basal kanan dan kiri

· Etilogi

Kegagalan jantung dalam memompakan darahnya → Terjadi bendungan di paru→ Peningkatan tekanan kapiler paru → Cardiac output menurun

· Masalah

Penurunan Curah Jantung

· Diagnosa Keperawatan

Penuruna Curah Jantung Berhubungan dengan Perubahan Preload

· Tujuan

· Tekanan DArah dalam batas normal

· Intake dan output seimbang selama 24 jam

· Tidak ada edema perifer atau paru

· Intervensi

· Monitor tanda-tanda vital

· Monitor tanda kelebihan cairan

· Auskultasi bunyi paru untuk mengetahui adanya ronchi basah kasar / bunyi tambahan lainnya

· Catat tanda dan gejala penurunan carciac output

· Monitor status respirasi

· Monitor terhadap dispneu, kelelahan, tachikardi, orthopneu

· Monitor toleransi aktivitas

· Monitor intake output

· Evaluasi respons pasien terhadap therapy obat

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC

Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. 2007. Diterjemahkan oleh Ani Haryani S. Kep., Ners

Gayton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Ikataan sarjana Farmasi Indonesia. 2004. ISO . Jakarta

Johnson,Marion,dkk. 2000. Nurcing Outcomes Classification (NOC). Mosby

Mcclockey C, Joanne, Gloria M Bulechek. 1996. Nurcing Intervention Classification (NIC). Mosby

Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Pundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Wilkinson M , Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC Edisi 7. Jakarta : EGC

www.Medicastore.com

www.depkes.org.id

www.wikipedia.com