Sunday, June 7, 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PASA PASIEN DENGAN HIDRONEFROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PASA PASIEN DENGAN HIDRONEFROSIS
Pengertian
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan diginjal meningkat (Smeltzer dan Bare, 2002).
Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Sylvia, 1995).
Apabila obstruksi ini terjadi di ureter atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal yang rusak.

Etiologi
Jaringan parut ginjal/ureter.
Batu
Neoplasma/tomur
Hipertrofi prostat
Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra
Penyempitan uretra
Pembesaran uterus pada kehamilan (Smeltzer dan Bare, 2002).

PatofiSIologi
Apapun penyebab dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik parsial ataupun intermitten mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala ginjal. Sehingga menyebabkan disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi kompensatori), akibatnya fungsi renal terganggu (Smeltzer dan Bare, 2002).

Manifestasi Klinis
Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maja disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:
Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
Gagal jantung kongestif.
Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).
Pruritis (gatal kulit).
Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
Amenore, atrofi testikuler.
(Smeltzer dan Bare, 2002)

Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan melindungi fungsi ginjal.
Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1). Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan cairan.
Tujuan: Volume cairan seimbang
Kriteria hasil:
RR dan TTV normal/stabil
Turgor baik, mukosa lembab
Intake dan output seimbang
Intervensi:
Timbang BB tiap tiga hari.
Observasi TTV
Beri posisi trendelenberg
Pantau intake dan output
kolaborasi pemberian diuresis
Cek laboratorium darah lengkap/rutin
2). Resti infeksi berhubungan dengan akses haemodialise
Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Tidak ada sepsis dan pus
Tindakan:
Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
Tutup luka dengan teknik aseptik
Monitor jika ada peradangan
Monitor TTV
Kolaborasi pemberian antibiotik
3). Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan obstruksi akut.
Tujuan: Nyeri berkurang sampai hilang
Kriteria hasil:
Pasien tampak rileks
Pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
Intervensi:
Kaji tingkat nyeri
Beri penjelasan penyebab nyeri
Ajarkan relaksasi dan distraksi
Kolaborasi pemberian analgetik
4). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
Tujuan: Kebutuhan aktivitas terpenuhi
Kriteria hasil:
Meningkatkan kemampuan mobilitas
Melaporkan penurunan gejala-gejala intoleransi aktivitas
Intervensi:
Kaji respon individu terhadap aktivitas, nyeri, dispnea, vertigo
Meningkatkan aktivitas klien secara bertahap
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
5). Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah
Tujuan: Nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil:
Masukan per oral meningkat
Berat badan dalam rentang normal
Intervensi
Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
Berikan porsi makan kecil tapi sering
Ciptakan suasanya yang menyenangkan
Dukung klien untuk makan bersama anggota keluarga
Daftar Pustaka
1.Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
2.Price, Sylvia. 1992. Patofisiologi edisi keempat. Jakatya: EGC.
3.Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. Buku aajar keperawatan medikal bedah edisi 8. Jakarta: EGC.
http://keperawatan-gun.blogspot.com/search/label/PERKEMIHAN

Asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur Kruris

Asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur Kruris


Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2000).
Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.



Jenis Fraktur
Berdasarkan sifat fraktur
a. Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar
b. Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar
Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser dari posisi normal)
Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
Misal : - Hair line fraktur
- Green stick ® fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain membengkok
Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma
Fraktur transversal
Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma langsung
Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
Istilah lain
Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis tulang).
Fraktur avulsi
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
(Smelter & Bare, 2002).

Etiologi
Menurut Oswari E (1993)
a. Kekerasan langsung
Terkena pada bagian langsung trauma
b. Kekerasan tidak langsung
Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Menurut Barbara C Long (1996)
Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
Patah karena letih

Manifestasi Klinik
§ Nyeri
§ Deformitas (kelainan bentuk)
§ Krepitasi (suara berderik)
§ Bengkak
§ Peningkatan temperatur lokal
§ Pergerakan abnormal
§ Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
§ Kehilangan fungsi
(Smelter & Bare, 2002).

Prinsip Penatalaksanaan Dengan Konservatif & Operatif
Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan terjadinya pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi.
a. Gips
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
ü Immobilisasi dan penyangga fraktur
ü Istirahatkan dan stabilisasi
ü Koreksi deformitas
ü Mengurangi aktifitas
ü Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
§ Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
§ Gips patah tidak bisa digunakan
§ Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
§ Jangan merusak / menekan gips
§ Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
§ Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

b. Traksi (mengangkat / menarik)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
Traksi mekanik, ada 2 macam :
ü Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
ü Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.


Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
Memperbaiki & mencegah deformitas
Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman
Cara operatif / pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan


Diagnosa Keperawatan
§ Defisit volume cairan b.d. perdarahan
§ Nyeri akut b/d trauma jaringan syaraf
§ Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
§ Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. mual, muntah
§ Resti infeksi b.d. imflamasi bakteri ke daerah luka

Intervensi Keperawatan
Nyeri akut b/d trauma jaringan syaraf
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam klien mampu mengontrol nyeri, dengan kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
Mengikuti program pengobatan yang diberikan
Menunjukan penggunaan tehnik relaksasi
Intervansi :
Kaji tipe atau lukasi nyeri. Perhatikan intensitas pada skala 0-10. Perhatikan respon terhadap obat.
Rasional : Menguatkan indikasi ketidaknyamanan, terjadinya komplikasi dan evaluasi keevektivan intervensi.
Motivasi penggunaan tehnik menejemen stres, contoh napas dalam dan visualisasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memvokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping, menghilangkan nyeri.
Kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : mungkin dibutuhkan untuk penghilangan nyeri/ketidaknyamanan.


Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi pasien terpenuhi dengan KH:
Makanan masuk
BB pasien naik
Mual, muntah hilang
Intervensi:
Berikan makan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional: memberikan asupan nutrisi yang cukup bagi pasien
Sajikan menu yang menarik
Rasional: Menghindari kebosanan pasien, untuh menambah ketertarikan dalam mencoba makan yang disajikan
Pantau pemasukan makanan
Rasional: Mengawasi kebutuhan asupan nutrisi pada pasien
Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan
Rasional: kerjasama dalam pengawasan kebutuhan nutrisi pasien selama dirawat di rumah sakit

Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, klien memiliki rentang respon adaptif, dengan kriteria hasil :
Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani.
Mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
Menunjukkan rentang perasaan yang tepat.
Intervensi :
Dorong ekspresi ketakutan/marah
Rasional : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui penilaian awal juga selama pemulihan
Berikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan.
Rasional : Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang diharapkan membantu klien/orang terdekat menerima situasi lebih evektif.
Dorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan penigkatan kemampuan koping.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenitto, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa : Monica Ester, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan Keperawatan dan masalah kolaboratif. Alih Bahasa : I Made Kanosa, Edisi III. EGC Jakarta.
Hinchliff, Sue. (1996). Kamus Keperawatan. Edisi; 17. EGC : Yakarta.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi: CONSEP klinis proses-proses penyakit. Yakarta: EGC.
Sudart dan Burnner, (1996). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 3. EGC : Jakarta.



http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/06/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html jam 7.54 pm











Saturday, June 6, 2009

Askep ARITMIA

ARITMIA

1.Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).


2.Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
1.Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)
2.Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3.Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya
4.Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5.Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung
6.Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7.Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8.Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9.Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10.Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung)
2.Pathofisiologi
Terlampir

Manifestasi klinis
1.Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
2.Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
3.Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
4.Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
5.demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

Pemeriksaan Penunjang
2.EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
3.Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
4.Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
5.Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
6.Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
7.Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
8.Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
9.Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
10.Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
11.GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

Penatalaksanaan Medis
12.Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
1.Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT

Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
2.Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi
3.Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
4.Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
13.Terapi mekanis
1.Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2.Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
3.Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
4.Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

Pengkajian
1.Riwayat penyakit
Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi
Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
Kondisi psikososial
15.Pengkajian fisik
1.Aktivitas : kelelahan umum
2.Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat.
3.Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah, menangis.
4.Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
5.Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
6.Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
7.Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
8.Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
Diagnosa keperawatan dan Intervensi
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Kriteria hasil :
1.Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa
2.Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia
3.Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
4.Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris.
5.Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
6.Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
7.Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung
8.Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
9.Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi
10.Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD
11.Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
12.Kolaborasi :
13.Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit
14.Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
15.Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi
16.Siapkan untuk bantu kardioversi elektif
17.Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
18.Masukkan/pertahankan masukan IV
19.Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif
20.Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator

Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
Kriteria hasil :
1.menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan
2.Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat
Intervensi :
3.Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
4.Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga
5.Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo.
6.Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan
7.Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan
8.Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
9.Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang
10.Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat
11.Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis
12.Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu
DAFTAR PUSTAKA
1.Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.
2.Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996
3.Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
4.Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
5.Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2001
6,http://keperawatan-gun.blogspot.com/search/label/

Askep ARITMIA / DISRITMIA

ARITMIA / DISRITMIA

1. PENGERTIAN
Beberapa tipe malfungsi jantung yang paling mengganggu tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal tetapi karena irama jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut atrium tidak terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga atrium tidak lagi berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel.
Aritmia adalah kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan system konduksi jantung. Aritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau penghantaran impuls. Terminology dan pemakaian istilah untuk aritmia sangat bervariasi dan jauh dari keseragaman di antara para ahli.
Beberapa sifat system konduksi jantung dan istilah-istilah yang penting untuk pemahaman aritmia :

· Periode refrakter
Dari awal depolarisasi hingga awal repolarisasi sel-sel miokard tidak dapat menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini disebut periode refrakter mutlak.
Fase selanjutnya hingga hamper akhir repolarisasi, sel-sel miokard dapat menjawab stimulus yang lebih kuat. Fase ini disebut fase refrakter relative.
· Blok
Yang dimaksud dengan blok ialah perlambatan atau penghentian penghantaran impuls.
· Pemacu ektopik atau focus ektopik
Ialah suatu pemacu atau focus di luar sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari sinus disebut kompleks sinus. Kompleks QRS yang dipacu dari focus ektopik disebut kompleks ektopik, yang bias kompleks atrial, kompleks penghubung –AV atau kompleks ventricular.
· Konduksi tersembunyi
Hal ini terutama berhubungan dengan simpul AV yaitu suatu impuls yang melaluinya tak berhasil menembusnya hingga ujung yang lain, tetapi perubahan-[erubahan akibat konduksi ini tetap terjadi, yaitu terutama mengenai periode refrakter.
· Konduksi aberan.
Konduksi aberan ialah konduksi yang menyimpang dari jalur normal. Hal ini disebabkan terutama karena perbedaan periode refrakter berbagai bagian jalur konduksi.
Konduksi aberan bias terjadi di atria maupun ventrikel, tetapi yang terpenting ialah konduksi ventricular aberan, yang ditandai dengan kompleks QRS yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.
Konduksi atrial aberan diandai dengan P yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.
· Re-entri.
Re-entri ialah suatu keadaan dimana suatu impulas yang sudah keluar dari suatu jalur konduksi, melalui suatu jalan lingkar masuk kembali ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan mengalami depolarisasi berulang.
· Mekanisme lolos.
Suatu kompleks lolos ialah kompleks ektopik yang timbul karena terlambatnya impuls yang datang dari arah atas. Kompleks lolos paling sering timbul di daerah penghubung AV dan ventrikel, jarang di atria. Jelas bahwa mekanisme lolos ialah suatu mekanisme penyelamatan system konduksi jantung agar jantung tetap berdenyut meskipun ada gangguan datangnya impuls dari atas.

2. KLASIFIKASI

Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :
1) Gangguan pembentukan impuls.
a. Gangguan pembentukan impuls di sinus
· Takikardia sinus
· Bradikardia sinus
· Aritmia sinus
· Henti sinus
b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial).
· Ekstrasistol atrial
· Takiakardia atrial
· Gelepar atrial
· Fibrilasi atrial
· Pemacu kelana atrial
c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung).
· Ekstrasistole penghubung AV
· Takikardia penghubung AV
· Irama lolos penghubung AV
d. Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular).
· Ekstrasistole ventricular.
· Takikardia ventricular.
· Gelepar ventricular.
· Fibrilasi ventricular.
· Henti ventricular.
· Irama lolos ventricular.
2) Gangguan penghantaran impuls.
a. Blok sino atrial
b. Blok atrio-ventrikular
c. Blok intraventrikular.
3. PENYEBAB

Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
v Irama abnormal dari pacu jantung.
v Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
v Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung.
v Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
v Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian jantung.

Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan aritmia adalah :
· Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).
· Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
· Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.
· Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
· Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
· Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
· Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
· Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
· Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
· Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
· Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung).

4. TANDA/GEJALA

DISRITMIA NODUS SINUS
Bradikardia sinus
Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulasi vagal, intoksikasi digitalis, peningkatan tekanan intrakanial, atau infark miokard (MI). Bradikardi sinus juga dijumpai pada olahragawan berat, orang yang sangat kesakitan, atau orang yang mendapat pengobatan (propanolol, reserpin, metildopa), pada keadaan hipoendokrin (miksedema, penyakit adison, panhipopituitarisme), pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, dan setelah kerusakan bedah nodus SA.
Berikut adalah karakteristik disritmia
· Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit
· Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal
· Kompleks QRS: biasanya normal
· Hantaran: biasanya normal
· Irama: reguler
Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal, kecuali frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat mengakibatkan perubahan hemodinamika yang bermakna, sehingga menimbulkan sinkop (pingsan), angina, atau disritmia ektopik, maka penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan frekuensi jantung. Bila penurunan frekuensi jantung diakibatkan oleh stimulasi vagal (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat buang air besar atau buang air kecil, penatalaksanaan harus diusahakan untuk mencegah stimulasi vagal lebih lanjut. Bila pasien mengalami intoksikasi digitalis, maka digitalis harus dihentikan. Obat pilihan untuk menangani bradikardia adalah atropine. Atropine akan menghambat stimulasi vagal, sehingga memungkinkan untuk terjadinya frekuensi normal.
Takikardia sinus

Takiakrdia sinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan oleh demam, kehilangan darah akut, anemia, syok, latihan, gagal jantung kongestif, nyeri, keadaan hipermetabolisme, kecemasan, simpatomimetika atau pengobatan parasimpatolitik.
Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :
· Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit.
· Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal.
· Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.
· Hantaran : Biasanya normal.
· Irama : Reguler.
Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal kecuali frekeunsinya. Tekanan sinus karotis, yang dilakukan pada salah satu sisi leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi untuk sementara, sehingga dapat membantu menyingkirkan disritmia lainnya. Begitu frekuensi jantung meningkat, maka waktu pengisian diastolic menurun, mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian timbul gejala sinkop dan tekanan darah rendah. Bila frekwensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu mengkompensasi dengan menurunkan pengisian ventrikel, pasien dapat mengalami edema paru akut.
Penanganan takikardia sinus biasanya diarahkan untuk menghilangkan penyebabknya. Propranolol dapat dipakai untuk menurunkan frekwensi jantung secara cepat. Propranolol menyekat efek serat adrenergic, sehingga memperlambat frekwensi.

DISRITMIA ATRIUM
Kontraksi premature atrium
Penyebab :
· Iritabilitas otot atrium karena kafein, alcohol, nikotin.
· Miokardium teregang seperti pada gagal jantung kongestif
· Stress atau kecemasan
· Hipokalemia
· Cedera
· Infark
· Keadaaan hipermetabolik.

Karakteristik :
· Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
· Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA.
· Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.
· Hantaran : Biasanya normal.
· Irama : Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan baisanya tidak akan mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.
Kontraksi atrium premature sering terlihat pada jantung normal. Pasien biasanya mengatakan berdebar-debar. Berkurangnya denyut nadi (perbedaan antara frekwensi denyut nadi dan denyut apeksi) bisa terjadi. Bila PAC jarang terjadi, tidak diperlukan penatalaksanaan. Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau terjadi selama repolarisasi atrium, dapat mengakibatkan disritmia serius seperti fibrilasi atrium. Sekali lagi, pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.
Takikardia Atrium Paroksimal
Adalah takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau alcohol. Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.
Karakteristik :
· Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit.
· Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek (Kurang dari 0, 12 detik).
· Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan hantaran.
· Hantaran : Biasanya normal.
· Irama : Reguler.

Pasien biasanya tidak merasakan adanya PAT. Penanganan diarahkan untuk menghilangkan penyebab dan menurunkan frekwensi jantung. Morfin dapat memperlambat frekwensi tanpa penatalaksanaan lebih lanjut. Tekanan sinus karotis yang dilakukan pada satu sisi, akan memperlambat atau menghentikan serangan dan biasanya lebih efektif setelah pemberian digitalis atau vasopresor, yang dapat menekan frekwensi jantung. Penggunaan vasopresor mempunyai efek refleks pada sinus karotis dengan meningkatkan tekanan darah dan sehingga memperlambat frekwensi jantung. Sediaan digitalis aktivitas singkat dapat digunakan. Propranolol dapat dicoba bila digitalis tidak berhasil. Quinidin mungkin efektif, atau penyekat kalsium verapamil dapat digunakan. Kardioversion mungkin diperlukan bila pasien tak dapat mentoleransi meningkatnya frekwensi jantung.
Fluter atrium
Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat tetapi terhadap nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda penting dari disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls atrium yang dilepaskan 250 – 400 kali permenit akan mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu disritmia yang mengancam nyawa.
Karakteristik :
· Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.
· Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1, 3:1 atua kombinasinya).
· Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang F.
· Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga normal.
· Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.
Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atriuma dalah sediaan digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus AV, sehingga memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat diberikan untuk menekan tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis bersama dengan quinidin biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi irama sinus. Terapi medis lain yang berguna adalah penyekat kanal kalsium dan penyekat beta adrenergic.
Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons terhadap kardioversi listrik.
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital.
Karakteristik :
· Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
· Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.
· Kompleks QRS : Biasanya normal .
· Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.
· Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
Penanganan diarahkan untuk mengurangi iritabilitas atrium dan mengurangi frekwensi respons ventrikel. Pasien dengan fibrilasi atrium kronik, perlu diberikan terapi antikoagulan untuk mencegah tromboemboli yang dapat terbentuk di atrium.
Obat pilihan untuk menangani fibrilasi atrium sama dengan yang digunakan pada penatalaksanaan PAT, preparat digitalis digunakan untuk memperlambat frekwensi jantung dan antidisritmia seperti quinidin digunakan untuk menekan disritmia tersebut.

DISRITMIA VENTRIKEL
Kontraksi Prematur Ventrikel
Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel. PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi katekolamin.
PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien merasa berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan disritmia ventrikel yang lebih serius.
Pada pasien dengan miokard infark akut, PVC bisa menjadi precursor serius terjadinya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel bila :
· Jumlahnya meningkat lebih dari 6 per menit
· Multi focus atau berasal dari berbagai area di jantung.
· Terjadi berpasangan atau triplet
· Terjadi pada fase hantaran yang peka.
Gelombang T memeprlihatkan periode di mana jantung lebih berespons terhadap setiap denyut adan tereksitasi secara disritmik. Fase hantaran gelombang T ini dikatakan sebagai fase yang peka.
Karakteristik :
· Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.
· Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel.
· Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10 detik. Mungkin berasal dari satu focus yang sama dalam ventrikel; atau mungkin memiliki berbagai bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel.
· Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan atrium.
· Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.
Untuk mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan penyebabnya dan bila mungkin, dikoreksi. Obat anti disritmia dapat dipergunakan untuk pengoabtan segera atau jangka panjang. Obat yang biasanya dipakai pada penatalaksanaan akut adalah lidokain, prokainamid, atau quinidin mungkin efektif untuk terapi jangka panjang.
Bigemini Ventrikel
Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit artei koroner, MI akut, dan CHF. Istilah bigemini mengacu pada kondisi dimana setiap denyut adalah prematur.
Karakteristik :
· Frekwensi : Dapat terjadi pada frekwensi jantung berapapun, tetapi biasanya kurang dari 90 denyut per menit.
· Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat tersembunyi dalam kompleks QRS.
· Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi lengkap.
· Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal, namun PVC yang mulai berselang seling pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
· Irama : Ireguler.
Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga maka disebut trigemini, tiap denyut keempat, quadrigemini.
Penanganan bigemini ventrikel adalah sama dengan PVC karena penyebab yang sering mendasari adalah intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus disingkirkan atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi digitalis diobati dengan fenitoin (dilantin).
Takikardia Ventrikel
Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama ventrikuler yang dipercepat dan takikardia ventrikel mempunyai karakteristik sebagai berikut :
· Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit.
· Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak slealu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium.
· Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC- lebar dan anerh, dengan gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan denyut gabungan.
· Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
· Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel ireguler.
Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau tidaknya pasien bertoleransi terhadap irama yang cepat ini. Penyebab iritabilitas miokard harus dicari dan dikoreksi segera. Obat antidisritmia dapat digunakan. Kardioversi perlu dilakukan bila terdapat tanda-tanda penurunan curah jantung.
Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi.
Karateristik :
· Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.
· Gelombang P : Tidak terlihat.
· Kompleks QRS : CEpat, undulasi iregulertanpa pola yang khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar.
· Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.
· Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.
Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.

ABNORMALITAS HANTARAN
Penyekat AV Derajat Satu
Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung organic atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat pad apasien dengan infark miokard dinding inferior jantung.
Karakteristik :
· Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit.
· Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi lebih besar dari 0, 20 detik.
· Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal.
· Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara jaringan penyambung dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya normal.
· Irama : Biasanya regular.
Disritmia ini penting karena dapat mengakibatkan hambatan jantung yang lebih serius. Merupakan tanda bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat untuk setiap tahap lanjut penyekat jantung.
Penyekat AV Derajat Dua
Penyekat AV derajat dua juga disebabkan oleh penyakit jantung organic, infark miokard atau intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan penurunan frekwensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung.
Karakteristik :
· Frekwensi : 30 sampai 55 denyut per menit. Frekwensi atrium dapat lebih cepat dua , tiga atau empat kali disbanding frekwensi ventrikel.
· Gelombang P : Terdapat dua, tiga atau empat gelombang untuk setiap kompleks QRS. Interval PR yang dihantarkan biasanya berdurasi normal.
· Kompleks QRS : Biasanya normal.
· Hantaran : Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel.
· Irama : Biasanya lambat dan regular. Bila terjadi irama ireguler, hal ini dapat diebabkan oleh kenyataan adanya penyekat yang bervariasi antara 2:1 sampai 3:1 atau kombinasi lainnya.
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan frekwensi jantung guna mempertahankan curah jantung normal. Intoksikasi digitalis harus ditangani dan seitap pengoabtan dengan fungsi depresi aktivitas miokard harus ditunda.
Penyekat AV Derajat Tiga
Penyekat AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan dengan penyakit jantung organic, intoksikasi digitalis dan MI. frekwensi jantung berkurang drastic, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital, seprti otak, jantung, ginjal, paru dan kulit.
Karakteristik :
· Asal : Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak dihantarkan ke serat purkinje. Mereka disekat secara lengkap. Maka setiap irama yang lolos dari daerah penyambung atau ventrikel akan mengambil alih pacemaker.
· Frekwensi : frekwensi atrium 60 sampai 100 denyut per menit, frekwensi ventrikel 40 sampai 60 denyut per menit bila irama yang lolos berasal dari daerah penyambung, 20 sampai 40 denyut permenit bila irama yang lolos berasal dari ventrikel.
· Gelombang P : Gelombang P yang berasal dari nodus SA terlihat regular sepanjang irama, namun tidak ada hubungan dengan kompleks QRS.
· Kompleks QRS : Bila lolosnya irama berasal dari daerah penyambung , maka kompleks QRS mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang normal, tetapi tidak berhubungan dengan gelombang P. kompleks QRS terjadi secara regular. Bila irama yang lolos berasal dari ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0, 10 detik lebih lama dan baisanya lebar dan landai. Kompleks QRS tersebut mempunyai konfigurasi seperti kompleks QRS pada PVC.
· Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat. Namun mereka disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dari daerah penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel bersifat ektopik dengan konfigurasi yang menyimpang.
· Irama : Biasanya lambat tetapi regular.
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan perfusi ke organ vital. Penggunaan pace maker temporer sangat dianjurkan. Mungkin perlu dipasang pace maker permanent bila penyekat bersifat menetap.

Asistole Ventrikel
Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut jantung, denyut nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera, asistole ventrikel sangat fatal.
Karakteristik :
· Frekwensi : tidak ada.
· Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV dan ventrikel.
· Kompleks QRS : Tidak ada.
· Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium.
· Irama : Tidak ada.
Resusitasi jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien tetap hidup. Untuk menurunkan stimulasi vagal, berikan atropine secara intravena. Efinefrin (intrakardiak) harus diberikan secara berulang dengan interval setiap lima menit. Natrium bikarbonat diberikan secara intravena. Diperlukan pemasangan pacemaker secara intratoraks, transvena atau eksternal.

5. KOMPLIKASI
6. PROSEDUR DIAGNOSTIK

· EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan oabt jantung.
· Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
· Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.
· Skan pencitraan miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
· Tes stress latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia.
· Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia.
· Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin dan lain-lain.
· Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan /meningkatnya disritmia.
· laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus untuk disritmia.
· GDA/Nadi Oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

7. MANAJEMEN MEDIK

Pada prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah (1) mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control), (2) menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control), dan (3) mencegah terbentuknya bekuan darah.
Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Sebagian gangguan ini tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan obat-obatan. Jika kausa aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada yang lebih baik daripada menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya secara spesifik. Aritmia sendiri, dapat diterapi dengan beberapa hal di bawah ini;
Disritmia umumnya ditangani dengan terapi medis. Pada situasi dimana obat saja tidak memcukupi, disediakan berbagai terapi mekanis tambahan. Terapi yang paling sering adalah kardioversi elektif, defibrilasi dan pacemaker. Penatalaksanaan bedah, meskipun jarang, juga dapat dilakukan.

OBAT-OBATAN
Obat-obatan. Ada beberapa jenis obat yang tersedia untuk mengendalikan aritmia. Pemilihan obat harus dilakukan dengan hati-hati karena mereka pun memiliki efek samping. Beberapa di antaranya justru menyebabkan aritimia bertambah parah. Evaluasi terhadap efektivitas obat dapat dikerjkan melalui pemeriksaan EKG (pemeriksaan listrik jantung).

KARDIOVERSI
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.

DEFIBRILASI
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker.

DEFIBRILATOR KARDIOVERTER IMPLANTABEL
Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.

TERAPI PACEMAKER
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.

PEMBEDAHAN HANTARAN JANTUNG
Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi radio.
Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung.
Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan.
Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan.
Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut, sehingga menghilangkan sumber disritmia.
Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN DATA DASAR
AKTIVITAS /ISTIRAHAT
Gejala :
1) Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.
Tanda :
2) Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.

SIRKULASI
Gejala :
3) Riwatar IM sebelumnya/akut 90%-95% mengalami disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.
Tanda :
4) Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.
5) Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah).
6) Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
7) Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
8) Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung, syok).
9) Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
10) Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.

INTEGRITAS EGO
Gejala :
· Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.
· Stressor sehubungan dengan masalah medik.
Tanda :
· Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.

MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
· Hilang nafsu makan, anoreksia.
· Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).
· Mual/muntah.
· Perubahan berat badan.
Tanda :
· Perubahan berat badan.
· Edema
· Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.
· Pernapasan krekels.

NEURO SENSORI
Gejala :
· Pusing, berdenyut, sakit kepala.
Tanda :
· Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.
· Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.
· Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).
· Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang mengancam hidup (takikardia ventrikel , bradikardia berat).

NYERI/KETIDAKNYAMANAN
Gejala :
· Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bias hilang oleh obat anti angina.
Tanda :
· Perilaku distraksi, contoh gelisah.

PERNAPASAN
Gejala :
· Penyakit paru kronis.
· Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.
· Napas pendek.
· Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).
Tanda :
· Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode disritmia.
· Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal.

KEAMANAN
Tanda :
· Demam.
· Kemerahan kulit (reaksi obat).
· Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).
· Kehilangan tonus otot/kekuatan.

PENYULUHAN
Gejala :
· Faktor risiko keluarga contoh, penyakit jantung, stroke.
· Penggunaan/tak menggunakan obat yang disresepkan, contoh obat jantung (digitalis); anti koagulan (coumadin) atau obat lain yang dijual bebas, contoh sirup batuk dan analgesik berisi ASA.
· Adanya kegagalan untuk memeprbaiki, contoh disritmia berulang/tak dapat sembuh yang mengancam hidup.
Pertimbangan :
· DRG menunjukkan rerata lama di rawat : 3,2 hari.
Rencana pemulangan :
· Perubahan penggunaan obat.

2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1) RISIKO TINGGI TERHADAP PENURUNAN CURAH JANTUNG.
Faktor risiko meliputi :
v Gangguan konduksi elektrikal.
v Penurunan kontraktilitas miokardia.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
v Tidak dapat diterapkan , adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa actual.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :
v Mempertahankan /meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.
v Menunjukkan penurunan frekwensi/tak adanya disritmia.
v Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
INTERVENSI
RASIONAL
Raba nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekwensi, keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus alternan, nadi bigeminal atau defisit nadi.
Auskultasi bunyi jantung, catat frekwensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi.
Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. Laporkan variasi penting pada TD/frekwensi nadi, kesamaan, pernapasan, perubahan pada warna kulit/suhu, tingkat kesadaran/sensori, dan haluaran urine selama episode disritmia.
Tentukan tipe disritmia dan catat irama (bila pantau jantung /telemetri tersedia).
Takikardia
Bradikardia
Disritmia atrial
Disritmia ventrikel
Blok jantung
Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
Demonstrasikan /dorong penggunaan perilaku pengaturan stress, contoh tehnik relaksasi , bimbingan imajinasi, napas lambat/dalam.
Selidiki laporan nyeri dada, catat lokasi, lamanya, intensitas, dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal, contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD/frekwensi jantung.
Siapkan /lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.
Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit.
Kadar obat.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Berikan obat sesuai indikasi.
Kalium,
Antidisritmia :
Kelompok Ia, contoh disopiramid (norpace), prokainamid (pronestly), quinidin (quinagulate).
Kelompok Ib contoh lidokain, fenitoin, tokainidin, meksiletine.
Kelompok Ic, contoh enkainid, flekainid, propafenon.
Kelompok II, contoh propranolol, nadolol, asebutolol, esmolol.
Kelompok III, contoh bretilium toslat, aminodaron.
Kelompok IV, contoh verapamil, nifedipin, diltiazem.
Lain-lain, contoh atropine sulfat, isoproterenol, glkosid jantung , digitalis.
Siapkan untuk/Bantu kardioversi elektif.
Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung.
Masukan/pertahankan masukan IV
Siapkan untuk prosedur diagnostic invasive/bedah sesuai indikasi.
Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioversi atau defibrilator (AICD) bila diindikasikan
2) KURANG PENGETAHUAN TENTANG PENYEBAB/KONDISI PENGOBATAN.
Dapat dihubungkan dengan :
v Kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
v Tidak mengenal sumber informasi.
v Kurang mengingat.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
v Pertanyaan
v Pernyataan salah konsepsi.
v Gagal memperbaiki program sebelumnya.
v Terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :
v Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan dan fungsi pacu jantung (bila menggunakan).
v Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping merugikan dari obat.
v Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan.
v Menghubungkan dengan benar prosedur tanda gagal pacu jantung.

INTERVENSI
RASIONAL
Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.
Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/orang terdekat.
Identifikasi efek merugikan/komplikasi disritmia khusus, contoh kelemahan, edema dependen, perubahan mental lanjut, vertigo.
Anjurkan /catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan (tindakan yang dibutuhkan), bagaimana dan kapan minum obat, apa yang dilakukan bila dosis terlupakan (informasi dosis dan penggunaan), efek samping yang diharapkan atau kemungkinan reaksi merugikan, interaksi dengan obat lain/obat yang dijual bebas atau substansi (alcohol, tembakau), sesuai dengan apa dan kapan melaporkan ke dokter.
Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.
Kaji ulang kebutuhan diet individu/pembatasan, contoh kalium dan kafein.
Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/orang terdekat untuk dibawa pulang.
Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat. Dorong pencatatan nadi harian sebelum minum obat/latihan. Identifikasi situasi yang memerlukan intervensi medis cepat.
Kaji ulang kewaspadaan keamanan, tehnik untuk mengevaluasi/mempertahankan pacu jantung atau fungsi AICD dan gejala yang memerlukan intervensi medis.
Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus maneuver. Valsalva bila perlu.


DAFTAR PUSTAKA
1.Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999, American Heart Association.
2.Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Edisi ketiga, 1996, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
3.http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg
4.http://www.ce5.com/ekg101.htm
5.http://www.kompas.com/kesehatan/news/0305/07/112208.htm
6.http://www.rnceus.com/course_frame.asp?exam_id=16&directory=ekg
7.Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi 8 , EGC, Jakarta.
8.Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC, Jakarta.
9.http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2004/3/7/ink1.html
10.Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.
11.Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta.
7,http://keperawatan-gun.blogspot.com/search/label/MATA

ASKEP LEUKIMIA

ASKEP LEUKIMIA
1.Pengertian
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 )
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)
Berdasarkan dari beberapa pengetian diatas maka penulis berpendapat bahwa leukimia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.

2.Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a.Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell Leukemia – Lhymphoma Virus/ HLTV).
b.Radiasi
c.Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol.
d.Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
e.Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih.
Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui.
Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
3.Gambaran klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut :
a.Pilek tidak sembuh-sembuh
b.Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c.Demam dan anorexia
d.Berat badan menurun
e.Ptechiae, memar tanpa sebab
f.Nyeri pada tulang dan persendian
g.Nyeri abdomen
h.Lumphedenopathy
i.Hepatosplenomegaly
j.Abnormal WBC
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
4.Insiden
ALL (Acute Lymphoid Leukemia) adalah insiden paling tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 3 dan 5 tahun. Anak perempuan menunjukkan prognosis yang lebih baik daripada anak laki-laki. Anak kulit hitam mempunyai frekuensi remisi yang lebih sedikit dan angka kelangsungan hidup (survival rate) rata-rata yang juga lebih rendah.
ANLL (Acute Nonlymphoid Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia pada anak. Resiko terkena penyakit ini meningkat pada anak yang mempunyai kelainan kromosom bawaan seperti Sindrom Down. Lebih sulit dari ALL dalam hal menginduksi remisi (angka remisi 70%). Remisinya lebih singkat pada anak-anak dengan ALL. Lima puluh persen anak yang mengalami pencangkokan sumsum tulang memiliki remisi berkepanjangan. (Betz, Cecily L. 2002. hal : 300).
5.Patofisiologi
a.Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia.
b.Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.
c.Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yangt akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.
d.Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian.
(Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175)
6.Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
a.Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur.
b.Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
c.Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
d.Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
e.Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
f.Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik.
g.Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan.
(Betz, Cecily L. 2002. hal : 301-302).
7.Penatalaksanaan Medis
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis obat yang diberikan pada anak. Proses induksi remisi pada anak terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama fase induksi (kira-kira 3 sampai 6 minggu) anak menerima berbagai agens kemoterapeutik untuk menimbulkan remisi. Periode intensif diperpanjang 2 sampai 3 minggu selama fase konsolidasi untuk memberantas keterlibatan sistem saraf pusat dan organ vital lain. Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis untuk memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk leukemia anak-anak adalah prednison (antiinflamasi), vinkristin (antineoplastik), asparaginase (menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk pertumbuhan tumor), metotreksat (antimetabolit), merkaptopurin, sitarabin (menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik akut), alopurinol, siklofosfamid (antitumor kuat), dan daunorubisin (menghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia akut). (Betz, Cecily L. 2002. : 302).
Konsep Dasar Keperawatan
Menurut American Nursing Association (ANA) proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis yang diberikan kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan berfokus pada respon unik dari individu, keluarga, dan masyarakat terhadap masalah kesehatan yang potensial maupun aktual. ( Marilynn E. Doengoes, dkk .2000 : 6 ).
Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau langkah-langkah proses keperawatan yaitu ; pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
1.Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi Anna Keliat, 1994)
Pengkajian pada leukemia meliputi :
a.Riwayat penyakit
b.Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1).Pucat
2).Kelemahan
3).Sesak
4).Nafas cepat
c.Kaji adanya tanda-tanda leukopenia
1).Demam
2).Infeksi
d.Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1).Ptechiae
2).Purpura
3).Perdarahan membran mukosa
e.Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1).Limfadenopati
2).Hepatomegali
3).Splenomegali
f.Kaji adanya pembesaran testis
g.Kaji adanya :
1).Hematuria
2).Hipertensi
3).Gagal ginjal
4).Inflamasi disekitar rektal
5).Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 17
2.Patofisiologi dan Penyimpangan KDM
Proliferasi sel kanker
Sel kanker bersaing dengan sel normal
Untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
Sel normal digantikan dengan
Sel kanker
3.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan diamana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004 :331)
Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah :
1.Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3.Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4.Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5.Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
6.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7.Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
9.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.
10.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia.
11.Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.
4.Rencana keperawatan
Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan.
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut (Wong,D.L,2004 )
a.Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
1)Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
2)Intervensi :
a)Pantau suhu dengan teliti
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
b)Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
c)Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
d)Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasif
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
e)Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
f)Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
g)Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
h)Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh
i)Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
b.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
1)Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
2)Intervensi :
a)Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
b)Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan
c)Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
d)Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
c.Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
1)Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
2)Intervensi :
a)Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia
b) Cegah ulserasi oral dan rektal
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah
c) Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional : untuk mencegah perdarahan
d) Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan
e) Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
f) Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
g) Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung
Rasional : untuk mencegah perdarahan
d.Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
1)Tujuan : - Tidak terjadi kekurangan volume cairan
- Pasien tidak mengalami mual dan muntah
2)Intervensi :
a)Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
b)Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
c)Kaji respon anak terhadap anti emetik
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
d)Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
e)Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
f)Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
g)Rasional : untuk mempertahankan hidrasi
e.Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
1)Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
2)Intervensi :
a)Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
b)Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
c)Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa
Rasional : untuk menghindari trauma
d)Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
e)Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
f)Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional : karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
g)Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
h)Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
i)Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
j)Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa
k)Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
l)Berikan analgetik
Rasional : untuk mengendalikan nyeri
f.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
1)Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
2)Intervensi :
a)Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi
b)Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan unmtuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
c)Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
d)Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
e)Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
f)Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat
g)Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal
g.Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
1)Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
2)Intervensi :
a)Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi
b)Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
c)Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
d)Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
e)Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
h.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas
1)Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
2)Intervensi :
a)Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
b)Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
c)Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
d)Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
e)Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
f)Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
g)Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan
i.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan
1)Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
2)Intervensi :
a)Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan rambut
b)Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
c)Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
d)Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau teksturnya agak berbeda
Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru
e)Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan
j.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia
1)Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostik atau terapi
2)Intervensi :
a)Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak
Rasional : untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
b)Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
Rasional : untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
c)Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu anak menjalani kehidupan yang normal
Rasional : untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
d)Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan anak sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan hidup
Rasional : memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara realistis
e)Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak tentang hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan
Rasional : untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
f)Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
Rasional : untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
k.Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak
1)Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak
2)Intervensi :
a)Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
Rasional : pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi kondisinya
b)Berikan kontak yang konsisten pada keluarga
Rasional : untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong komunikasi
c)Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal
Rasional : untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan
d)Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain
Rasional : memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami
5.Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah ditentukan dapat tercapai (Wong. D.L.2004:hal.331).
6.Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong. D.L, (2004 hal 596-610) hasil yang diharapkan pada klien dengan leukemia adalah :
a.Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
b.Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas.
c.Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
d.Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah
e.Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak adanya rasa tidak nyaman
f.Masukan nutrisi adekuat
g.Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
h.Kulit tetap bersih dan utuh
i.Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan rambut, anak membantu menentukan metode untuk mengurangi efek kerontokan rambut dan menerapkan metode ini dan anak tampak bersih, rapi, dan berpakaian menarik.
j.Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur, keluarga menunjukkan pengetahuan tentang penyakit anak dan tindakannya. Keluarga mengekspresikan perasaan serta kekhawatirannya dan meluangkan waktu bersama anak.
k.Keluarga tetap terbuka untuk konseling dan kontak keperawatan, keluarga dan anak mendiskusikan rasa takut, kekhawatiran, kebutuhan dan keinginan mereka pada tahap terminal, pasien dan keluarga mendapat dukungan yang adekuat.
Sumber:
1.Sunar Trenggana, Dr. Leukemia ; Penuntun bagi orang tua Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2.Susan Martin Tucker, Mary M. Canabbio, Eleanor Yang Paquette, Majorie Fife Wells, 1998, Standar Perawatan Pasien, volume 4, EGC.
3.Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
4.Anna Budi Keliat, SKp, MSc., 1994, Proses Keperawatan, EGC.
5.Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC.
6.Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta
7.Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
http://keperawatan-gun.blogspot.com/search/label/HEMATOLOGI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA pasien DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA pasien DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.

Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.

Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.
Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

Etiologi
1.Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
1.Gas
2.Cairan
3.Bahan padat (Solid)
1.Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
2.Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
3.Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Fase Luka Bakar
1.Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.

2.Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1.Proses inflamasi dan infeksi.
2.Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3.Keadaan hipermetabolisme.

3.Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
Klasifikasi Luka Bakar

1.Dalamnya luka bakar.

Kedalaman
Penyebab
Penampilan
Warna
Perasaan
Ketebalan partial superfisial
(tingkat I)
Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.

Bertambah merah.
Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial
(tingkat II)
Superfisial
Dalam

Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.

Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
(tingkat III)
Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik.
Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.

Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.

2.Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
3.Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1.Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2.Kedalaman luka bakar.
3.Anatomi lokasi luka bakar.
4.Umur klien.
5.Riwayat pengobatan yang lalu.
6.Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American Burn Association membagi dalam :
1.Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
1.Tingkat II kurang dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total Body Surface Area pada anak-anak.
2.Tingkat III kurang dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
2.Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :
1.Tingkat II 15% - 25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% - 20% Total Body Surface Area pada anak-anak.
2.Tingkat III kurang dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
3.Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):
1.Tingkat II 32% Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total Body Surface Area pada anak-anak..
2.Tingkat III 10% atau lebih.
3.Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan perineum..
4.Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan.
5.Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
6.Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan tubuh seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah kesehatan sebelumnya..
American college of surgeon membagi dalam:
1.Parah – critical:
1.Tingkat II : 30% atau lebih.
2.Tingkat III : 10% atau lebih.
3.Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
4.Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.
2.Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%

3.Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%

Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)

Efek fisiologi yang merugikan pada luka bakar dapat ringan, pembentukan jaringan parut lokal atau luka bakar yang berat yang berupa kematian. Pada luka bakar yang lebih besar terjadi kecacatan. Setelah permulaan luka bakar dan akibat trauma kulit dapat berkembang dan merusak berbagai organ. Perkembangan ini kompleks dan pada beberapa kasus kejadiannya tak dapat dijelaskan. Yang penting besarnya perubahan fisiologi yang disertai dengan luka bakar berkisar pada dua kejadian yang mendasari yaitu :

1.Kerusakan langsung pada kulit dan gangguan fungsinya.
2.Stimulasi kompensasi reaksi pertahanan masif yang meliputi pengaktifan respon keradangan dan respon stress sistem syaraf simpatis.

1.Kerusakan Kulit Dan Kehilangan Fungsi.

Tubuh mempunyai beberapa metode untuk mengkompensasi terhadap luasnya variasi dalam temperatur eksternal. Sirkulasi darah bertindak menghasilkan dan menghantarkan panas, penghantaran pasas yang efisien di bawah normal. Bila panas diberikan pada kulit maka temperatur subdermal segera meningkat dengan cepat. Segera sumber panas dipindah (diangkat), tubuh akan kembali normal dalam beberapa detik. Jika sumber panas tidak segera dihilangkan atau diberikan rata-rata atau pada tingkat yang melebihi kapasitas kulit untuk menghantarkannya, maka terjadilah kerusakan kulit. Paparan panas yang relatif rendah yang lama atau paparan pendek temperaturnya yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan kulit yang progresif pada tingkat yang lebih dalam. Kebanyakan luka bakar pada ukuran yang berarti menyebabkan kerusakan sel melalui semua lapisan, meskipun tidak sama pada semua area.
Ketebalan kulit yang terlibat tergantung pada kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas. Panas yang kurang dalam waktu yang diperlukan untuk kerusakan pada daerah tubuh dengan kulit tipis sebanding dengan daerah dimana kulit lebih tebal. Kulit yang paling tebal adalah pada daerah belakang dan paha, dan yang paling tipis sekitar tangan bagian medial, batang hidung dan wajah. Kulit umumnya lebih tipis pada anak-anak dan orang tua dari pada dewasa pertengahan. Orang tua mempunyai penurunan lapisan subkutan, kehilangan serat elastik dan pengurangan semua kemampuan untuk merespon terhadap trauma.

2.Aktifitas Respon Kompensasi Terhadap Keradangan.

Beberapa luka jaringan yang diterima tubuh sebagai ancaman homeostasis yang normal adalah respon pertahanan yang dirangsang sebagai sebagai kondisi dan kerusakan, urutan respun aktual ini selalu sama. Besarnya respon tergantung pada intensitas dan lamanya permulaam kerusakan. Satu hal yang penting untuk diingat dahwa respon keradangan (inflamatory respon) merupakan mekanisme kompensasi yang segera membantu tubuh bila invasi atau luka terjadi. Aksi-aksi ini merencanakan pertahanan lokal dan dalam waktu yang relatif pendek. Bila aksi-aksi ini menyebar cepat dan menetap, maka akan menyebabkan komplikasi fisiologis yang merugikan yang juga mempengaruhi pertahanan homeostasis.
Respon terhadap keradangan pada luka terjadi secara primer pada tingkat vasculer. Kerusakan jaringan dan makrofage dalam jaringan mengurangi kelenjar kimia tubuh (histamin, bradikinin, serotonin dan vasoaktif-amin yang lain) yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah (vaso) dan meningkatkan permiabilitas kapiler. Bila kerusakan jaringan bersifat luas, substansi ini disekresi dalam jumlah besar, diedarkan secara sistemik dan menyebabkan perubahan vaskuler pada semua jaringan. perubahan vaskuler ini bertanggungjawab terhadapmanifestasi klinik dini pembuluh darah (kardiovasculer) dan komplikasi yang menyertai luka bakar. Substansi ini juga mempengaruhi darah dan pembuluh darah, substansi kimiawi (chemotaksik) yang disertai oleh jaringan makrofage yang mengikal leukosit khusus pada lokasi luka dan merubah sumsum tulang dan kematangan leukosit. Perubahan ini segera menyeluruh dan lebih jauh mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh.

1.Aktifitas Respon Kompensasi Sistem Syaraf Simpatis.

Respon sistem syaraf simpatis dibangkitkan oleh pemisahan simpatis pada sistem syaraf otonom pada hubungan sistem endokirn sebagai reaksi internal pada kondisi yang mengancam kekacauan homeostasis internal. Reaksi ini kadang-kadang berbentuk gejala adaptasi umum (general adaptif syndrom) atau reaksi bertempur dan lari (fight or flight) karena mereka mempersiapkan tubuh untuk aktifitas yang mengijinkan perubahan pada keadaan semula. Respon terhadap stress segera menimbulkan perubahan fisiologi (adaptasi) yang merangsang atau menambah fungsi untuk keperluan bertempur atau lari (fight or flight) atau menambah fungsi agar tidak segera menyebabkan fight or flight.
Perubahan rangsangan fisiologis meliputi peningkatan rata-rata dan kedalaman pernafasan, peningkatan rata-rata denyut jantung, vasokunstriksi selektif, peningkatan aliran darah otak, hati, muskuloskeletal dan miokardium, peningkatan metabolisme dan pembentukan substansi energi tinggi dan penurunan persediaan glikogen dan lemak. Perubahan fisiologis yang terhambat meliputi penurunan aliran darah ke kulit, ginjal dan saluran pencernaan (traktus intestinal) serta penurunan pergerakan sistem pencernaan (Gastrointestinal) dan sekresi. Respon ini berguna bagi tubuh untuk waktu yang pendek dan membantu mempertahankan fungsi organ vital dalam kondisi yang merugikan atau memperburuk keadaan. Bagaimanapun bila respon simpatis berlanjut untuk waktu yang lama tanpa pengaruh dari luar, respon tubuh menjadi lebih tertekan dan menyebabkan kondisi patologis menuju kehabisan sumber yang bersifat adaptasi.



Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Perubahan
Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)

Mekanisme
Dampak dari
Mekanisme
Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler.

Vaskuler ke insterstitial.
Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar.
Interstitial ke vaskuler.
Hemodilusi.
Fungsi renal.
Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.

Oliguri.
Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat.
Diuresis.
Kadar sodium/natrium.
Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.

Defisit sodium.
Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).
Defisit sodium.
Kadar potassium.
K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.

Hiperkalemi
K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar).
Hipokalemi.
Kadar protein.
Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.

Hipoproteinemia.
Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme.
Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen.
Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.

Keseimbangan nitrogen negatif.
Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseimbnagan asam basa.
Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.

Asidosis metabolik.
Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme.
Asidosis metabolik.
Respon stres.
Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison.
Aliran darah renal berkurang.
Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.

Stres karena luka.
Eritrosit
Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.

Luka bakar termal.
Tidak terjadi pada hari-hari pertama.
Hemokonsentrasi.
Lambung.
Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.
Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.

Akut dilatasi dan paralise usus.
Peningkatan jumlah cortison.
Jantung.
MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar.
Disfungsi jantung.
Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.

CO menurun.

Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
1.Luka bakar grade II:
1.Dewasa > 20%
2.Anak/orang tua > 15%
2.Luka bakar grade III.
3.Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

Penatalaksanaan

1.Resusitasi A, B, C.
1.Pernafasan:
1.Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
2.Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2.Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.

2.Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
3.Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
<>
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

4.Monitor urine dan CVP.
5.Topikal dan tutup luka
Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
Tulle.
Silver sulfa diazin tebal.
Tutup kassa tebal.
Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

6.Obat – obatan:
Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang <>
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
Analgetik : kuat (morfin, petidine)
Antasida : kalau perlu

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian
1.Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.

2.Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

3.Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

4.Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

5.Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

6.Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

7.Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

8.Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

9.Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.

Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.

Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

10.Pemeriksaan diagnostik:
1.LED: mengkaji hemokonsentrasi.
2.Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
3.Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
4.BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5.Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6.Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7.Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
8.Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

2.Diagnosa Keperawatan
Sebagian klien luka bakar dapat terjadi Diagnosa Utama dan Diagnosa Tambahan selama menderita luka bakar (common and additional). Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang dirawat di rumah sakit yang menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface Area

1.Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan peningkatan permiabilitas kapiler.
2.Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.
3.Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan edema.
4.Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kesukaran bernafas (Respiratory Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan (Obstruksi) jalan nafas dan pneumoni.
5.Perubahan Rasa Nyaman : Nyeri berhubungan dengan paparan ujung syaraf pada kulit yang rusak.
6.Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka bakar.
7.Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
8.Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan peningkatan rata-rata metabolisme.
9.Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan luka bakar, scar dan kontraktur.
10.Gangguan Gambaran Tubuh (Body Image) berhubungan dengan perubahan penampilan fisik

Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1.Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
2.Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3.Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
4.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
5.Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
6.Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7.Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
8.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
9.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
10.Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
11.Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.









Rencana Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .
Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.

Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.

Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi


Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.


Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.

Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau mental.

Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.



Lakukan program kolaborasi meliputi :
Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah
Awasi/gambaran seri GDA




Kaji ulang seri rontgen


Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.



Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.
Dugaan cedera inhalasi


Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.

Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.

Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan meningkatkan konstriktur leher.
Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret.
Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.
Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.
Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.
Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.
O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas sputum.
Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.
Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 – 3 hari setelah terbakar
Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.
Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksegenasi.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik.
Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.

Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.


Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak


Timbang berat badan setiap hari

Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi

Selidiki perubahan mental


Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.
Hemates drainase NG dan feces secara periodik.
Lakukan program kolaborasi meliputi :
Pasang / pertahankan kateter urine

Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.

Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).

Berikan obat sesuai idikasi :
Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)


Kalium

Antasida


Pantau:
Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
Warna urine.
Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi.
Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit.
Berat badan setiap hari.
CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan.
Status umum setiap 8 jam.

Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar.
Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP.
Beritahu dokter bila: haluaran urine <>

Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.


Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif.

Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.

Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya
Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).


Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
Memungkinkan infus cairan cepat.
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.

Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar
Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.









Inspeksi adekuat dari luka bakar.


Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.


Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.

Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.
Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curling’s).
Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.

Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.


Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam selama tirah baring.
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.

Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.

Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.
Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.


Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.

Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.

Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi

Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
Pantau:
Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.
Suhu setiap 4 jam.
Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jarinagn nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakn krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka.
Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.

Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.
Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.

Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.





Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.




Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.

Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.


Melindungi terhadap tetanus.


Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.
Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan prn dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.

Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.

Berikan ayunan di atas temapt tidur bila diperlukan.


Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.
Analgesik narkotik diperlukan utnuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dnegan peningkatan permeabilitas kapiler.
Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipoetrmia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
Menururnkan neyri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen temapat tidur terhadap luka dan menuurnkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.
Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat diraba.
Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setaip 2 jam.
Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.

Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang, pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan.

Temuan-temuan ini menandakan keruskana sirkualsi distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk emnentukan kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi adekuat.
Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.

Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.

Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.



Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.

Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.

Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai.
Lakukan program kolaborasi :
- Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis.
Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.

Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.

Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.

Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.

Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.




aftar pustaka

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2001). Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing. Balck wellScientific Peblications. London.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.


Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Senat Mahasiswa FK Unair. (1996). Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1. Surabaya.

Sylvia A. Price. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2. Penerbit Buku Kedokteran Egc, Jakarta
5.http://keperawatan-gun.blogspot.com/search/label/