Wednesday, June 3, 2009

DENGUE SYOK SYINDROME
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dengue Hemorragic Fever (DHF) atau yang biasa disebut Demam Berdarah Dengue (DBD), sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 sampai sekarang, sering kali menjadi penyebab kematian terutama pada anak remaja dan dewasa. DHF juga telah menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dari tahun ketahun penderitanya cenderung meningkat.
Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan memiliki tanggung jawab untuk ikut serta dalam upaya penanganan DHF. Upaya yang dapat dilakukan oleh perawat pada penderita DHF adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang optimal dan professional.
Apabila DHF tidak segera tertangani maka akan menjadi atau akan sampai ke tahap sindrom renjatan dengue atau DSS. Dimana penyakit ini yaitu DHF yang telah disertai renjatan. Oleh karena itu, laporan ini akan membahas tentang Asuhan Keperawatan terhadap klien yang mengalami DSS.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB 3 dan untuk mengetahui lebih jauh dan lebih paham tentang Asuhan Keperawatan pada klien yang menderita DSS.

C. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam pembuatan laporan ini adalah metode diskusi dan study literature.


BAB II
DENGUE SHOCK SYNDROM


Definisi
DSS adalah berkurangnya volume plasma akibat dari permeabilitas dinding kapiler. DSS merupakan lanjutan dari DHF derajat 3 dan 4 yang secara lambat ditangani.

Etiologi
Virus dengue serotipe 1,2,3,dan 4 yang ditularkan melalui vector nyamuk Aedes Aegypti (betina) yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlidungan terhadap serotipe lain.

Patofiologi
Infeksi dengue heterologus sekunder

Replikasi virus Respon antiibodi anamnestis

Kompleks virus-antibodi

Aktivasi komplemen

Anafilaktoksin ( C3a C5a )

Agregasi trombosit Permeabilitas vascular

Trombositopenia Kebocoran plasma Ht 
Na+ 
Hipovolemia

Syok


1.Manifestasi Klinis
1. Melena
Infeksi dengue heterologus sekunder

Replikasi virus Respon antiibodi anamnestis

Kompleks virus-antibodi

Destruksi eritrosit

Gangguan fungsi trombosit

Perdarahan yang berlebihan pada system pencernaan bagian bawah

Masuk kedalam system eliminasi

Melena
2. Hipotensi
Penurunan kontraktilitas otot jantung

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung

Tekanan darah menurun
3.Demam tinggi
Invasi virus dengue

Merangsang sel-sel monosit,eosinofil,netrofil,makrofag

Untuk mengeluarkan zat pirogen-endogen

Impuls disampaikan ke hypothalamus bagian thermoregulator

Melalui ductus thoraccicus

Suhu tubuh 
4.Penurunan Kesadaran
Penurunan volume darah di intravaskular

Penurunan arus balik darah vena ke jantung akibat lanjut penurunan pengisian ventricular

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung

Hipotensi

Penurunan perfusi oksigen dan nutrisi kejaringan otak (serebral)

Hipoksia

Penurunan kesadaran
5.Hepatomegali
Invasi virus dengue

Aktivasi system komplemen

Zat anafilatoksin

Peningkatan permeabilitas kapiler

Agregesi trombosit menurun

Mengaktifkan factor pembekuan meningkat

Vasodilatasi sel sel hepar

Hepatomegali

6.Klien gelisah karena adanya penurunan perfusi oksigen dan nutrien ke seluruh jaringan tubuh

E. Pemeriksaan Laboratorium
1.Pemeriksaan darah
a.IgG Dengue positif
b.Trombositopenia
c.Hemokonsentrasi
d.Hasil pemeriksaan darah menunjukan hipoproteinemia,hiponatremia,hipokalemia.
2.Pemeriksaan serologi, melakukan pengukuran titer antibody pasien.
3.Pemeriksaan diagnosis yang menunjang antara lain foto toraks mungkin dijumpai efusi pleural effusion, pada pemeriksaan USG hepatomegali dan splenomegali ditemukan

F. Terapi Obat
1.Rantin 2 x 1 ampul untuk antiemetik
2.Cedantron 2 x 1 ampul untuk antiemetik
3.Neurotam 2 x 3 gr untuk vitamin saraf
4.Calcasentin 4 x 1 gr untuk antibiotik
5.Calmeco 3 x 1 ampul untuk vitamin saraf
6.Xillo : Della 1 : 1 IM untuk antipiretik
7.Aminovel 1 labu/hari untuk memenuhi kebutuhan nutrisi secara parenteral
8.Valium untuk kejang ( jika diperlukan )

G. Terapi Diet
Penderita diberikan makanan yang lunak dan makanan yang mudah dicerna,rendah serat dan tidak mengandung bumbu yang merangsang. Makanan yang boleh diberiakan:
1.Beras tim,dibubur,kentang direbus,macaroni,roti,pudding (sumber hidrat arang).
2.Daging sapi,ikan direbus,dikukus,ditim,telur didadar, keju,susu,yoghurt ( sumber protein hewani)
3.Tahu,tempe direbus,dikukus,kacang-kacangan,kacang hijau direbus (sumber protein nabati)
4.Sayuran yang tidak banyak serat;bayam, kangkung, kacang panjang, buncis muda, tomat, kembang kol (sayuran)
5.Buah segar, pisang, pepaya, jeruk, mangga, alpokat, jambu biji(buah – buahan)
6.Bumbu dalam jumlah terbatas : bumbu dapur, pala, kayu manis, asam gula, garam (bumbu – bumbu)
7.The encer, kopi encer, coklat, susu (minuman).

H. Klasifikasi DHF
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi : (WHO,1986)
Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Derajat II :
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
Derajat III :
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tanda – tanda dini renjatan).
Derajat IV :
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

I. Implikasi Keperawatan
1. Harus dilakukan resusitasi cairan.
2. ketika tekanan darah tak teraba maka berikan cairan 10 – 20 /kgBB. Apabila syok belum teratasi TD yang meningkat maka akan menurun kembali.
3. Kalo syok sudah tertangani baru mengatasi yang lainnya.
4. Dihindarkan pemberian karbohidrat karena dapat mempengaruhi metabolisme

J. Tinjauan Kasus
Tn. R. 25 tahun. Masuk ICU tanggal 9 Februari 2006 jam 19.30 dengan diagnosa medis Dengue Shock Syndrom dan melena.
Saat pengkajian didapatkan klien lemah, kesadaran derlirium, gelisah, cairan lambung kotor. Klien terpasang infuse, cairan Ringer Laktat, terpasang NGT, terpasang Dower Kateter. Tanda – tanda vital : suhu 38,60C, nadi 120x/menit, TD 140/90. Hasil laboratorium menunjukkan Hb : 17,5, Ht 52, leukosit 8.100, trombosit 37.000, waktu perdarahan 6 menit, waktu pembekuan 2 menit, natrium 146,1; kalium 4,02; klorida 113,7.
Dokter memberikan terapi sebagai berikut : Rantin 2 x 1 ampul, cedantron 2 x 1 ampul, neurotam 2 x 3 gram, 4 x 1 ampul, valium jika perlu, bila panas injeksi Xillo : Della = 1 : 1 IM, bilas lambung 3 x/hari dengan NaCl dingin 200 cc, serial lab 6 jam, infus aminovel 1 lagu/hari 20 gtt/menit.

K. Asuhan Keperawatan Klien dengan DSS
1. Analisa Data
NO
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM
1
Ds :
Do :
Suhu tubuh 38,6 oC
Hematokrit 52
Trombosis 37.000
Terjadi melena
Hb 17,5
Leukosist 8.100
Natrium 146,1
Kalium 4,02
Klorida 113,7
Infeksi virus dengue heterologus sekunder
 
Replikasi virus Respon antibody anamnesis
 
Komplek virus antibody

Aktivasi komplemen

Anafilatoksin

Permeabilitas kapiler

Kebocoran plasma

Hipovolemia

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
2
Ds :
Do :
Terpasang NGT
Melena
Suhu 38,6oC
Klien lemah
Kesadaran delirium
Invasi virus dengue

Terjadi infeksi system pencernaan bagian atas

Inpuls iritatif ke otak

Merangsang medulla vomiting center

Intake nutrisis kurang

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
3
Ds :
Do :
Suhu tubuh 38,6oC
Klien gelisah
Nadi 120x/menit
Trombosit 37.000/mm3
Hematokrit 52
Invasi virus dengue

Merangsang sel – sel monosit, eosinofil, netrofil, makrofag

Untuk mengeluarkan zat – zat firogen, endogen.

Impuls disampaikan kehipotalamus bagian termogulator

Melalui ductus toraticus

Suhu meningkat

Gangguan peningkatan suhu tubuh.
4
Ds :
Do :
Klien lemah
Nadi 120 x/menit
Terpasang kateter
Terpasang NGT
Kesadaran delirium
Penurunan volume darah di intravaskuler

Penurunan arus balik darah vena kejantung dan akibat lanjut pengisian ventricular

Penurunan isi sekuncup (jumlah darah yang dipompakan dari jantung)

Penurunan curah jantung

Hipotensi

Penurunan perfusi O2 dan nutrisi berkurang kejaringan otak

Hipoksia

Penurunan kesadaran

Gangguan aktivitas

2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan metabolisme tubuh yang meningkat dan terjadinya perdarahan.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi ;kurang dari kebutuhan sehubungan dengan melena dan trombositopeni.
c. Peningkatan suhu tubuh :hipertermi sehubungan dengan proses penyakit.
d. Gangguan aktivitas sehari – sehari sehubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.

3. Rencana Asuhan Keperawatan Pada Klien DSS

Nama : Tn. R Tanggal Masuk : 9 Februari 2006
Umur : 25 tahun Tanggal Pengkajian :
No.Medrec: Diagnosa : DSS

No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan metabolisme tubuh yang meningkat dan terjadinya perdarahan. Ditandai dengan :
Ds :
Do :
Suhu tubuh 38,6 oC
Hematokrit 52
Trombosis 37.000
Terjadi melena
Hb 17,5
Leukosist 8.100
Natrium 146,1
Kalium 4,02
Klorida 113,7
Tupan :
Setelah diberikan perawatan selama 5 hari keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terpenuhi.
Tupen :
Setelah dilalukan perawatan selama 3 hari gangguaan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat teratasi dengan criteria :
Intake output urin seimbang
Suhu tubuh normal 36 – 37 0C
Ht normal 40 – 48 vol %
Melena ( - )
Trombosit normal 150.000 – 400.000
Hb normal 13 – 16 gr/dl
Leukosist normal 4000 – 10.000.
Natrium, Kalium, Klorida normal
1. Observasi TTV, setiap 1 jam sekali.


2. Pasang NGT




3. Pasang dower Kateter



4. Observasi tanda – tanda perdarahan


5. Kolaborasi pemberian cairan infus RL


6. Kolaborasi pemeriksaan lab, serial setiap 6 jam (karena trombositnya 37.000).
1. Dengan melakukan observasi TTV, dapat mengetahui keadaan umum pasien.
2. Dengan pemasangan NGT dapat memberikan cairan dimana cairan ini akan menggantikan cairan yang hilang dan untuk membilas lambung karena perdarahan.
3. Dengan memasang kateter dapat membantu pemenuhan eliminasi klien dan untuk menghitung intake output pada klien.
4. Untuk mengetahui tanda – tanda perdarahan dan sebagai acuan untuk melakukan tindakan selanjutnya.
5. Dengan memberikan cairan RL maka dapat menggantikan cairan tubuh yang hilang.
6. Pemeriksaan lab dapat mengetahui sejauh mana perkembangan cairan elektrolit pada klien.

2
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan dengan melena dan trombositopeni. Ditandai dengan :
Ds :
Do :
Terpasang NGT
Melena
Suhu 38,6oC
Klien lemah
Kesadaran delirium
Tupan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari kebutuhan nutrisi pada klien dapat terpenuhi dengan seimbang dan pola nutrisi pada klien normal.
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dan pola nutrisi normal. Dengan criteria :
Klien tidak lemah
Tidak ada melena
Trombosit normal
Klien dapat makan lewat mulut.
1. Pemasangan NGT



2. Lakukan bilas lambung dengan menggunakan NaCl dingin.


3. Beri makanan cair

4. Kolaborasi pemberian rantin dan cedantron.





5. Kolaborasi pemberian aminovel.
1. Untuk membersihkan darah dalam lambung, memberikan nutrisi via selang dan untuk mengetahui cairan yang ada dalam lambung.
2. Dengan dibilas memakai NaCl dingin dapat memvasokontriksikan pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti dan tidak ada melena.
3. Makanan cair dapat lebih mudah diabsorpsi oleh lambung.
4. Rantin dan Cedantron merupakan obat yang mengandung reseptor histamil H2 yang berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung dan dapat memperbaiki kondisi lambung sehingga tidak terjadi perdarahan.
5. Pemenuhan nutrisi pada klien.

3
Peningkatan suhu tubuh : hipertermi sehubungan dengan proses penyakit. Ditandai dengan :
Ds :
Do :
Suhu tubuh 38,6oC
Klien gelisah
Nadi 120x/menit
Trombosit 37.000/mm3
Hematokrit 52
Tupan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari suhu tubuh klien kembali normal.
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari suhu tubuh klien dapat kembali normak. Dengan criteria :
Suhu tubuh 36,50C – 37,50C
Trombosit normal 150.000 – 400.000
Nadi 80 x/menit
Ht normal
Klien tidak gelisah
1. Observasi TTV setiap 1 jam

2. Berikan kompres hangat pada daerah axilla dan lipat paha.




3. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut dan pakaian tebal. Serta anjurkan klien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat.
4. Catat asupan dan haluaran

5. Kolaborasi pemberian cairan IV infus RL 30 gtt/menit.
6. Kolaborasi pemberian Antipiretik (Xillo : Della = 1 : 1 IM)
7. Kolaborasi pemberian Antibiotik (Calcasentin)
8. Kolaborasi pemberian vitamin Saraf (Neurotam, valium jika perlu)
1. TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum klien.
2. Dengan kompres hangat akan meningkatkan vasodilatasi sehingga dapat membantu proses evaporasi. Dikompresnya pada axilla dan lipat paha karena pada daerah ini terdapat pembuluh darah yang besar.
3. Pakaian tebal akan mengurangi penguapan tubuh. Sedangkan mekai pakaian yang tipis dapat membantu dalam proses evaporasi tubuh.
4. Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.
5. Dapat menggantikan cairan tubuh yang hilang.
6. Dengan memberikan antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh.
7. Dengan memberikan antibiotik untuk mengatasi virusnya.
8. Dengan memeberikan vitamin saraf supaya tidak terjadi kejang.

4
Gangguan aktivitas sehari – hari sehubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. Ditandai dengan :
Ds :
Do :
Klien lemah
Nadi 120 x/menit
Terpasang kateter
Terpasang NGT
Kesadaran delirium
Tupan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari kebutuhan aktivitas klien terpenuhi.
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari kebutuhan aktivitas klien terpenuhi. Dengan criteria :
Klien tidak lemah
Klien tampak bersih
Pola eliminasi klien tidak dibantu
Pasien mampu mandiri setelahbebas demam.

1. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas/keluhan pasien.


2. Bantu aktivitas pasien





3. Bantu aktivitas personal hygiene pada klien
4. Ajarkan cara memenuhi personalhygiene pada keluarga.
1. Untuk mengidentifikasi masalah – masalah pasien. Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
2. Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat memiliki tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari tanpa membuat pasien ketergantungan pada perawat.
3. Agar kebersihan klien terpenuhi.

4. supaya klien dan keluarga tidak tergantung pada perawat.


BAB III
KESIMPULAN


Adapun kesimpulan dari pembuatan laporan ini bahwa, DSS adalah berkurangnya volume plasma akibat dari permeabilitas dinding kapiler. DSS merupakan lanjutan dari DHF derajat 3 dan 4 yang secara lambat ditangani. Kewaspadaan perawat pada klien yang mengalami DSS adalah pada pertama kali harus dilakukan resusitasi cairan. Ketika tekanan darah tak teraba maka berikan cairan 10 – 20 /kgBB. Apabila syok belum teratasi TD yang meningkat maka akan menurun kembali. Kalo syok sudah tertangani baru mengatasi yang lainnya. Dihindarkan pemberian karbohidrat karena dapat mempengaruhi metabolisme.
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi : (WHO,1986)
Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Derajat II :
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
Derajat III :
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari (tanda – tanda dini renjatan).
Derajat IV :
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.












DAFTAR PUSTAKA


Effendy, Christantie. 1995. Perawatan Pasien DHF. Jakarta : EGC.


.ISFI. 2006. ISO Indonesia Vol 41 – 2006. Jakarta : PT Anem Kososng Anem (AKA).


Johnson, Marion, dkk. 2000. NOC (Nursing Outcomes Classification). USA : Mosby


Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 2. Jakarta : Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


McCloskey, Jonne Dochterman dan M,Gloria Bulechek.2000. Nursing Interventions

Classification (NIC). USA : Mosby.


Nanda Internasional. 2006. Nursing Diagnoses. Philadelphia USA : NANDA International

Philadelpia.


























LAMPIRAN

Contoh soal menghitung cairan pada klien yang mengalami DSS.
1. Tn. H. didiagnosa DSS sehingga harus mendapatkan therapy infus RL 2400 ml/ hari.
a. Berapa tetes/menit harus diberikan ?
b. Setiap berapa jam 1 labu infus harus diganti ?
Jawab :
a. tetes/menit = kebutuhan ciran x infus set
Jam x 60
= 2400 x 20
24 x 60
= 100 x 1/3
 = 33,3 tts/menit
Jadi, yang harus diberikan pada Tn.H adalh 33 tts / menit.
b. 1 labu 500 cc, jam = J
tetes/menit = kebutuhan ciran x infus set
Jam x 60
33 = 500 x 20
jam x 60
33 = 10.000
60 J
33 x 60 J = 10.000
1980 J = 10.000
J = 10.000
1980
= 5,051 jam
Jadi, 1 labu infus diganti setiap 5 jam.
2. Tn Y. menderita DSS grade IV harus mendapatkan terapi tranfusi FFP 4 labu (dalam 1 labu 100 cc). Tranfusi trombosit 4 labu (dalam 1 labu 50 cc). Dan mendapatkan RL 100 cc/24 jam dan mendapatkan terapi vimahaes 500cc/24 jam, mendapatkan insulin 10 U dalam dextrose 10 % yang harus habis dalam 24 jam.
a. Berapa total therapy cairan yang diberikan pada Tn. Y.?
b. Berapa tetes/menit tranfusi diberikan bila 1 labu harus habis dalam waktu 2 jam ?
c. Berapa tetes/menit cairan RL diberikan ?
d. Beberapa tetes/menit vimahaes dan insulin diberikan ?
Jawab :
. a. Total cairan = cairan RL + Vimahaes + insulin dalam dekstros + tranfusi
= 1000cc + 500 cc + 600 cc
= 2600 cc
jadi, total cairan yang diberikan pada Tn.Y adalah 2600 cc
b. untuk FFP dalam 1 labu
order x 15 = 100 x 15
60 x 2 jam 120
= 1500
120
= 12,5 tts/menit
jadi, dalam 2 jam sebanyak 13 tetes/menit.
Untuk Trombosit dalam 1 labu.
Order x 15 = 50 x 15
60 x 2 120
= 750
120
= 6,25 tts/menit
jadi, dalam 2 jam sebanyak 6 tts/menit.
c. cairan RL x 20 = 1000 x 20 = 2000 = 13,889 tts/menit
60 x 24 1440 144
jadi, tetes/menit RL = 14 tetes/menit.
d. untuk vimahaes
order x 20 = 500 x 20 = 1000 = 6,9 tts/menit
60 x 24 1440 144
jadi, tts/ menit vimahaes adalah 7 tetes/menit
insulin dalam dekstrose 10 %
order x 20 = 500 x 20 = 1000 = 6,9 tts/menit
60 x 24 1440 144
jadi, tts/menit insulin dalam dekstros adalh 7 tetes/menit.
3. An. A. mendapatkan terapi KaEn #B usia 4 bulan 750 cc/24jam dan mendapatkan ASI eksklusif 50 cc/ 3jam.
a. Berapa total cairan yang diberikan pada anak A. ?
b. Berapa tetes/menit KaEn 3B diberikan?
Jawab :
a. ASI = 500/3 jam = 400cc/24 jam
total cairan = Ka En 3B + Asi eksklusif
= 750 cc/24jam + 400 cc/24 jam
= 1150 cc/24 jam
jadi, total cairan yang diberikan pada An. A, adalah 1150 cc/24 jam
b. KaEn 3B
order x 60 = 750 = 31,25 tts/menit
60 x 24 24
jadi, tetes/menit yang diberikan adalah 31 tetes/ menit.

No comments: