Saturday, June 6, 2009

DENGUE HEMORAGIC FEVER & DENGUE SHOCK SYNDROM

DENGUE HEMORAGIC FEVER
&
DENGUE SHOCK SYNDROM
I..Pengertian
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
DSS adalah berkurangnya volume plasma akibat dari permeabilitas dinding kapiler. DSS merupakan lanjutan dari DHF derajat 3 dan 4 yang secara lambat ditangani.

I.Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar. yang ditularkan melalui vector nyamuk Aedes Aegypti (betina) yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlidungan terhadap serotipe lain.

II.Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
III.Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
IV.Diagnosis
Patokan WHO (1997) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
Klinis
a)Demam akut, yang tetap tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2 – 7 hari.
b)Manifestasi perdarahan termasuk setidak-tidaknya uji Uji tourniquet positif dan bentuk lain (Petekia, purpura, ekimosis,Epistaksis, perdarahan gusi) Hematemesis, melena.
c)Pembesaran hati yang nyeri tekan.
d)Syok yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun ( menjadi 20 mmHg atau kurang ), tekanan darah menurun ( tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang ) disertai kulit yan teraba dingin dan lembab teruama pada ujung hidung, jari, kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.
Labolatoris
e)Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi ( nilai hematokrit lebih 20% dari normal)
f)Trombositopenia (< 100.000/ul).
Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala labolatoris cukup untuk menegakan diagnosis DBD.
Indikasi fase syok ( DSS)
Hari ke 4-5
Suhu turun
Nadi cepat tanpa demam
Tekanan nadi turtun tanpa hipotensi
Leucopenia < 5.000/mm3
V.Klasifikasi
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, dengan uji tourniquet poaitif
Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah(< 20 mmHg) hipotensi, gelisah, cyanosis sekitar mulut, disertai kulit yang dingin dan lembab.
Derajat IV /Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

VI.Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium

Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen.Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.
VII.Diagnosis Banding
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa seperti demam tifoid, campak,influenza,hepatitis,demam chikungunya,leptospirosis dan malaria. Adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi. membedakan DHF dengan penyakit lain
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :

Demam chikunguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.
Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.
Sepsis dan meningitis meningokok


Sumber:

1.Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
2.Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
3.Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
4..Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.
5.Mansjoer, Arif, dkk.( 2000). Kapita selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6.Hidayat, A.Aziz Alimul.(2006).Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika; Jakarta

















1. Pengkajian
A.pengmpulan data
1.Identitas
a.Identitas Klien
Nama : An.Risalah Bumi
Umur : 5 thn 9 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : islam
Status Marital : Belum menikah
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Suku/Bangsa : Sunda / Indonesia
Tanggal Masuk RS : 26-05-09
Tanggal Pengkajian : 27-05-09
No. Medrec : 529659
Diagnosa Medis : DSS
Alamat : Kompl.Megabrata, jl. No 152 rt/rw 03/11, des mergasari kec.buah batu
b.Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. B
Umur : -- thn
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama :Islam
Pekerjaan : -
Pendidikan :-
Suku/Bangsa : Sunda/ Indonesia
Hubungan Dengan Klien :
Alamat : Kompl.Megabrata, jl. No 152 rt/rw 03/11, des mergasari kec.buah batu


2.Riwayat Kesehatan
a.Keluhan Utama
Klien mengeluh panas badan
b.Riwayat Kesehatan Sekarang
c.Riwayat Kesehatan Dahulu.
Keluarga mengatakan klien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumya.
d.Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengataan bahwa dikeluarganya ayah klien yang sempat dirawat, dan adik klien yang oleh keluarga dicurigai mengalami sakit seperti yang klien alami, rapi belum di bawa ke rumah sakit baru akan diperiksakan saja.

3.Pemeriksaan Fisik
a.Sistem Pernapasan
Pada saat di inspeksi Bentuk hidung simentris, tidak ada sianosis pada daerah hidung tidak ada pernafasan cuping hidung,mukosa hidung lembab tidak terdapat sekret, Test pengbauan tdak terkaji.
b.Sistem Kardiovaskuler
Pada saat observasi tanda-tanda vital TD: 111/61 N:126x/menit, suhu: 37,8 oC RR: 27x/menit.konjungtiva merah muda,peningkatan JVP tidak terkaji, perkusi tidak terkaji, bunyi jantung S1 lebih terdengar jelas disemua area, sedangkan bunyi jantung S2 lebih kecil suaranya.CRT kurang dari < 2 detik, akral teraba hangat.
c.Sistem Pencernaan
Pada saat diinspeksi bibir lembab, warna bibir merah muda, tidak ada luka pada daerah bibir bentuk bibir simentris, gigi putih kekuningan, abdomen datar lembut,klien mengatakan pada semua area perut sakit bila di tekan.
d.Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran KGB, pergerakan leher tidak bebas dan terasa baal, tidak ada muka topeng,tidak terdapat pembesaran thyroid dan parathyroid.
e.Sistem Genitourinaria
Tidak terdapat pembengkakan pada daerah pinggang ,Bab tidak terkaji kencing dibantu dengan kateter.nyeri tekan dan palpasi ginjal tidak terkaji.
f.Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, rambut warna hitam,lembab,turgor kembali cepat < 2 detik.kemerahan, lecet pada daerah bokong tidak terkaji karena klien memakai pampers kuku pendek dan bersih,suhu 36.6 0C .
g.Sistem Muskuloskeletal
-ekstremitas atas
Ekstremitas kiri dan kanan simentris tidak ada udema,ROM 0, tidak terdapat nyeri, sensasi sentuhan dapat klien rasakan, reflek bisep dan trisep ++/++.terpasang infuse extrimitas kiri. Kekuatan otot



-ekstremitas bawah
Ekstremitas kiri dan kanan simentris, tidak ada udema, kaki kanan dan kiri tidak dapat digerakan,ROM 0, sensasi tidak erkai.reflek patella dan chiles ++/++




h)Sistem Persarafan
Kesadaran composmetis dengan GCS 15 (E4M6V5). Orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang.
Tes fungsi kranial
a.Nervus okulomotorius trochlearis, abdusen III, IV,VI
Koordinasi gerak mata simentris, klien dapat melihat kesegala arah , reflek pupil ada dan reflek cahaya ada dengan diameter pupil 2 mm.
b.Nervus akustikus
Klien dapat mendengar dengan baik terbukti klien dapat menjawab dengan benar semua pertanyaan yang diajukan perawat dengan isyarat
c.Nervus assesorius
Klien tidak dapat menggerakan lehernya dengan bebas
4.Data Psikologis
a.Status Emosi
Emosi klien stabil dan klien kooperatif saat berkomunikasi
b.Pola Koping
Klien terlihat tenang. komunikasi secara verbal klien kuarang maksimal dan komunikasi non verbalnya baik
c.Konsep Diri
Konsep diri klien idak terkaji.

5.Data Sosial
Hubungan klien dengan tenaga kesehatan baik ditandai klien terlihat kooperatif pada saat dilakukan pengkajiaan.
6.Data Spiritual
Klien seorang yang beragama islam saat ini klien sedang menempuh pendidikan di salahsatu pesantren dicicalengka
7..Data penunjang
Labolatorium tanggal 09 mei 2009
No
Jenis pemeriksaan
hasil
Nilai rujukan
1.
Hematologi



Hemoglobin
12,4
13.0-18.0

Leukosit
9.200
4000-10.000

Hematokrit
38,9 %
40-54

Trombosit
289.000
150.000-450.000
2.
Kimia klinik



Glukosa sewaktu rapid
127 mg/dl
110-140

Elektrolit



Natrium

135-153

Kalium

3.5-5.3

Kalsium

4.7-5.2

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN APENDISITIS
No.
Analisa Data
Etiologi
Masalah
1.
DS:
DO:








Resiko gangguan keseimbangan nutrisi b.d menurunya reflek menelan









2.
DS:
DO:









Resiko deficit oksigenasi b.d. paralisis otot-otot system pernafasan

3.
DS:
DO:








Imobilisasi b.d. tetraplegi yang menyerang system saraf tepi ( perifer)
4.













Nyeri b.d. serangan otoimun
Diagnosa keperawatan
1.Resiko gangguan keseimbangan nutrisi b.d menurunya reflek menelan
2. Resiko deficit oksigenasi b.d. paralisis otot-otot system pernafasan
3.Imobilisasi b.d. tetraplegi yang menyerang system saraf tepi ( perifer)
4.Nyeri b.d. serangan otoimun




No comments: